Visi: " KABONGAN KIDUL MENUJU DESA PERCONTOHAN YANG MAJU, BERWAWASAN LINGKUNGAN, BERSOSIAL DAN TERDEPAN DI KABUPATEN REMBANG " Misi : Meningkatkan potensi di Desa Kabongan Kidul baik Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM). Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan hidup di wilayah Desa Kabongan Kidul.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi dinamika permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan dan tata kelola pemerintahan desa. Desa Dlingo dipilih sebagai obyek penelitian dikarenakan desa ini sudah menerima dana desa dan menghadapi berbagai permasalahan yang cukup kompleks dalam pengelolaan dan tata kelola pemerintah desanya, tetapi mampu untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah investigatif dengan melibatkan informan penelitian dari aparatur desa, praktisi dan akademisi. Metode perolehan data adalah dengan teknik wawan-cara, dokmentasi dan observasi. Dari hasil studi ditemukan bahwa permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pemerintahan desa dapat dibagi menjadi tiga sub utama, yakni meliputi 1 masalah perumusan rencana strategis, 2 masalah pelaporan keuangan dan kinerja, dan 3 masalah pencapaian kinerja desa. Dalam rangka menyikapi permasalahan yang terjadi, Pemdes Dlingo melakukan sinergi dengan Pemkab, Pemprov, dan fihak universitas, serta melakukan pendekatan persuasive untuk meru-bah pola pikir masyarakat agar lebih mandiri. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia Vol 1 No 1 Hal 1-16 Maret 2018 Praktik Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa Dlingo di Kabupaten Bantul Pembelajaran dari Desa Percontohan ©2018 JATI. All rights reserved DOI DATA ARTIKEL Diterima 25 Feb 2018 Direviu 07 Feb 2018 Direvisi 16 Feb 2018 Disetujui 17 Feb 2018 HAFIEZ SOFYANI*, RUDY SURYANTO, SIGIT ARIE WIBOWO, HARJANTI WIDIASTUTI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *Email korespondensi TOPIK ARTIKEL Akuntansi Sektor Publik ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi dinamika permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan dan tata kelola pemerintahan desa. Desa Dlingo dipilih sebagai obyek penelitian dikarenakan desa ini sudah menerima dana desa dan menghadapi berbagai permasalahan yang cukup kompleks dalam pengelolaan dan tata kelola pemerintah desanya, tetapi mampu untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah investigatif dengan melibatkan informan penelitian dari aparatur desa, praktisi dan akademisi. Metode perolehan data adalah dengan teknik wawan-cara, dokmentasi dan observasi. Dari hasil studi ditemukan bahwa permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pemerintahan desa dapat dibagi menjadi tiga sub utama, yakni meliputi 1 masalah perumusan rencana strategis, 2 masalah pelaporan keuangan dan kinerja, dan 3 masalah pencapaian kinerja desa. Dalam rangka menyikapi permasalahan yang terjadi, Pemdes Dlingo melakukan sinergi dengan Pemkab, Pemprov, dan fihak universitas, serta melakukan pendekatan persuasive untuk meru-bah pola pikir masyarakat agar lebih mandiri. Kata Kunci Pemerintahan Desa; Pengelo-laan; Tata Kelola; Permasalahan; Strategi Pemecahan ABSTRACT This study aims to investigate the dynamics of problems that occur in the management and governance practices of the village government. Dlingo Village Government was chosen as the object of study because this village has received village fund- ing and faced various complex problems in the management and governance, but able to overcome. The approach used is case study by involving several informants from the village employees, practitioners and academics. Methods of data acquisition is by interviewing, documentation and observation. This study reveals that the problems that occur in the implementation of village governance can be divided into three main sub-sectors, which are 1 the problem of formulation of strategic plan, 2 the problem of financial reporting and performance, and 3 the problem of the achievement of village performance. In order to address the problems that occur, Dlingo Village Government synergize with Regency Government, Province Government, and the university, and also did persuasive approach to change the mindset of the community to be more autonomous. Keywords Village Governance; Management; Governance; Problems; Solution StrategySITASI ARTIKEL Sofyani, H., Suryanto, R., Wibowo, & Widiastuti, H. 2018. Praktik Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa Dlingo di Kabupaten Bantul Pembelajaran dari Desa Percontohan. Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia, 11, 1-16. PENDAHULUAN Tata kelola Desa di Indonesia berubah secara drastis semenjak diterbitkannya UU No. 6 tahun 2014 tentang desa, yang dalam penjelasannya menempatkan desa sebagai daerah otonom. Artinya adalah, dengan amanat yang ada pada UU tersebut, desa memiliki hak untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam praktiknya, sebagai daerah otonom baru, Desa Sofyani dkk. Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa 2 yang memenuhi persyaratan tertentu berhak menerima sejumlah uang sekitar satu milyar rupiah yang ditransfer dari dana Pemerintah Pusat Pempus. Menyikapi pengesahan UU Desa oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI, banyak kalangan yang khawatir hal tersebut bukannya mendatangkan keuntungan advantage dalam pembangunan desa, melainkan menjadi lahan baru terjadinya tindak pidana korupsi dan inefisiensi di level Desa. Untuk itu, maka penting bahwa di level Desa sekalipun perlu diber-lakukan adanya sistem pengelolaan organisasi yang baik yang dikenal dengan istilah good governance Jones dan Pendlebury, 2015; Mardiasmo, 2015; Ulum dan Sofyani, 2016. Usulan agar diselengga-rakannya praktik good governance bertujuan untuk mengawasi dan menjamin agar dana desa yang nilainya cukup besar dapat dikelola dengan baik dan mampu mendatangkan nilai tambah added value dalam pembangunan desa secara khususnya dan Negara Indonesia secara umumnya. Namun demikian, tidak sedikit akademisi dan politikus menilai bahwa implementasi praktik good governance di level Desa sulit dilakukan. Hal itu tidak lepas dari adanya anggapan bahwa sumber daya khususnya manusia dan organisasi yang ada di desa masih memiliki banyak keterbatasan. Selain itu, adanya peraturan-peraturan yang dinilai saling bertentangan, seperti permendes dan permendagri yang mengatur desa semakin membingungkan aparatur desa dalam menjalankan praktik good governance di level desa. Dari aspek teknis yang lain, desa juga mengalami hambatan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan yang dipertang-gungjawabkan kepada pemberi sumber dana desa, yakni Pemerintah Pusat Pempus, Pemerintah Provinsi Pemporv dan Pemerintah Kabupaten Pemkab. Pasalnya, masing-masing penyumbang dana desa tersebut memiliki aturan dan format pelaporan keuangan desa yang belum Berangkat dari permasalahan yang dipaparkan di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian terkait praktik good governance di desa, khususnya menyangkut aspek-aspek apa saja yang menjadi penghambatnya, sehingga selanjutnya dapat dianalisis upaya atau strategi yang dapat ditempuh untuk menyikapi permasalahan-permasalahan ter-kait pelaksanaan praktik good governance di desa. Sampai saat ini, studi terkait praktik good governance di desa relatif masih jarang dilakukan, 1 Hal-hal yang dijelaskan pada paragraf ini bersumber dari wawancara pra-riset kepada anggota tim pen-damping desa dan aparatur desa yang identitiasnya sengaja kami rahasiakan. khususnya pasca reformasi dana desa yang dicirikan terbitnya UU No. 6 Tahun 2014. Penelitian yang ditemukan peneliti mengenai praktik pengelolaan dana desa pasca terbitnya UU No. 6 tahun 2014 diantaranya dilakukan oleh Amirullah, Ulum dan Prasetyo 2016 dan Utomo 2015. Amirullah, Ulum dan Prasetyo 2016 menemukan praktik akuntabi-litas dan transparansi pelaporan keuangan desa Brambang Kidul tidak dijalankan sama sekali. Hal itu dikarenakan rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan aparatur desa atas peraturan yang mengatur tugas dan wewenang yang harus dila-kukan oleh aparatur desa. Akan tetapi, fenomena ini tidak dapat menjadi justifikasi untuk menyimpulkan bahwa tidak ada inisiatif dari aparatur desa untuk menjalankan praktik akuntabilitas yang baik dalam pemerintahan Desa. Hal itu karena praktik good governance yang tidak dijalankan oleh aparatur desa bisa saja terjadi karena adanya ketidakpastian peraturan Desa yang membuat bingung aparatur desa itu sendiri. Akhirnya, aparatur desa menjadi enggan melakukan pelaporan dana desa Wijaya dan Akbar, 2013; Sofyani dan Akbar, 2013; 2015. Sementara itu Utomo 2015 dalam peneli-tiannya mengenai Implementasi Kebijakan Angga-ran Pendapatan dan Belanja Desa Untuk Mening-katkan Pembangunan Desa menunjukkan bahwa dalam proses penyusunan APBDes sering menga-lami keterlambatan, hal ini dikarenakan karena sumber daya yang dimiliki desa masih sangat rendah, dan belum maksimalnya sosialisasi dan pelatihan penyusunan APBDes oleh Pemerintah Kabupaten selaku supervisor dari pemerintah Desa. Dari sisi pelaksanakan program pembangunan yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa RKPDes, dari tujuh program kerja yang diren-canakan hanya empat program yang terlaksana. Hal ini disebabkan karena pemerintah desa dalam pengelolaan pembangunan dan anggaran kurang transparan sehingga masyarakat tidak pernah tahu program pembangunan pemerintah desa dan ang-garan yang menyertainya. Selanjutnya, mekanisme pengawasan yang tujuan untuk mengawal peme-rintahan desa tidak berjalan dengan baik. Berangkat dari masih sedikitnya referensi riset yang membahas mengenai pengelolaan dan praktik tata kelola pemerintah desa, sementara isu ini masih merupakan topik hangat untuk diteliti, maka penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengelolaan dana desa pada Pemerintah Desa Dlingo di Kabupaten Bantul. Dipilihnya desa ini sebagai lokasi penelitian adalah dikarenakan desa ini sudah menerima dana desa dan menghadapi berbagai permasalahan yang cukup kompleks dalam pengelolaan dan tata kelola pemerintah Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia Vol 1 No 1 Maret 2018 3 desanya, tetapi mampu untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul tersebut. Berbeda dengan peneltian Utomo 2015 dan Amirullah, Ulum dan Prasetyo 2016, penelitian ini dilakukan secara lebih mendalam dengan pendekatan studi kasus menggunakan teknik wawancara kepada informan dari aparatur desa dan pakar praktisi sekaligus akademisi, serta mengombinasikannya dengan dokumentasi dan observasi pada praktik good governance di desa lihat juga Riyanto, 2015. Hasil penelitian ini memberikan temuan dan rekomendasi praktis yang lebih komprehensif dari penelitian sebelumnya Utomo, 2015; Amirullah, Ulum & Prasetyo, 2016 kepada para praktisi di desa dan pembuat regulasi dana desa, yakni sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan dan perumusan kebijakan terkait praktik good governance bagi pemerintahan desa. Hasil pene-litian ini juga memberikan kontribusi teoritis, khususnya sebagai tambahan kajian literatur pada konsep good governance yang secara khusus mengkajinya di level organisasi desa yang notabene masih sangat terbatas. Susunan paper ini diawali dari pendahuluan yang memaparkan urgensi dari pentingnya pene-litian ini dilaukan. Selanjutnya penjelasan mengenai metode penelitian, lalu bagian hasil dan pemba-hasan. Paper ini ditutup dengan simpulan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pelaksanaan penelitian di lapangan didesain untuk melakukan investigasi terkait permasalahan yang muncul dalam implementasi pengelolaan management dan praktik tata kelola governance pemerintah desa. Selain itu, peneliti juga akan melakukan eksplorasi pada aspek perencanaan strategik, akuntabilitas, dan kinerja desa, baik kinerja dari segi pelaksanaan pemerintahan maupun kinerja dalam rangka menyikapi berbagai permasalahan yang dihadapi desa. Desain kerangka konseptual penelitian ini ditampilkan pada Gambar 1. Obyek dari penelitian ini adalah desa Dlingo yang terletak di sisi tenggara paling ujung kabupaten Bantul dan langsung berbatasan dengan kabupaten Gunung Kidul, wilayah bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Dipilihnya desa ini sebagai objek penelitian karena desa Dlingo meru-pakan desa yang sebelumnya dipandang terpencil dan tertinggal, namun dalam kurun waktu sekitar empat tahun 2012-sekarang, desa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan berhasil menyandang gelar desa percontohan untuk penge-lolaan desa dan dana desa bagi desa-desa lain di seluruh Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya desa-desa dari penjuru Indonesia yang datang untuk studi banding ke desa Dlingo, yakni dari desa di pulau Jawa, Sulawesi, dan Sumatera. Selain itu, sembilan aspek prinsip tata kelola yang meliputi participation, rule of law, transparancy, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, accountability, strategic vision sudah terpenuhi dengan baik. Informan utama dari riset ini adalah peme-rintah Desa, yakni Lurah Desa Kepala Desa Dlingo dan Bagian Pembangunan Sarana dan Prasarana Sarpras. Selain itu, informan dari desa juga diambil dari kepala dusun Kadus dan beberapa masya-rakat yang juga berperan dalam pembangunan desa, untuk dimintai informasi yang bersifat pen-dukung dan konfirmatif. Penggunaan informan dari dua sisi, yakni sisi manajemen Kades dan Sarpras selaku steward dan Kadus dan masyarakat selaku pemangku kepentingan public-stakeholder dilaku-kan dengan alasan agar data penelitian yang didapat memiliki keseimbangan perspektif, mengi-ngat data utama dari penelitian ini adalah dari hasil wawancara. Hal ini guna menghindari terjadinya bias normatif pada hasil penelitian, yakni simpulan penelitian yang hanya berdasar pada satu sisi perspektif informan. Selain itu, untuk menggali permasalahan dan solusi sementara yang dapat dijalankan terkait pengelolaan desa dan keuangan desa serta pelaporan akuntabilitas keuangan desa, maka dilakukan wawancara dengan pakar praktisi sekaligus akademisi dari salah satu Universitas di Yogyakarta. Data pada penelitian ini adalah data primer, yaitu hasil wawancara yang diperoleh dari para informan penelitian dan hasil dokumentsi serta observasi lapangan terkait laporan keuangan desa dan luaran dari pembangunan fisik dan non-fisik di desa. Sumber data penelitian untuk wawancara berasal dari para informan yang telah disebutkan di atas. Sedangkan sumber data untuk dokumentasi adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perencanaan strategis dan akuntabilitas pemerintah desa Dlingo. Untuk sumber data observasi adalah seluruh seluk-beluk desa Dlingo, khususnya yang meliputi luaran dari pembangunan baik fisik mau-pun non fisik. Teknik analis data menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk teknik wawancara yang dipakai adalah wawancara semi-terstruktur dan terbuka, sambil merekamnya dengan audio recorder, lalu mentranskripnya Creswell, 2010. Analisis data dila- kukan dengan pendekatan analisis tematik deduktif yang menurut Braun dan Clarke 2006 merupakan Sofyani dkk. Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa 4 Gambar 1. Desain Kerangka Konseptual Penelitian metoda analitik dalam rangka menganalisis data kualitatif dengan tahapana identifikasi, analisis dan melaporkan pola atau tema yang terdapat didalam data. Analisis tematik sendiri merupakan salah satu klasifikasi dari teknik analisis isi content analysis. Langkah-langkah yang ditempuh meliputi melakukan coding, mengelompokkan dalam kate-gori-kategori, menemukan ide utama dan men-gelompokkannya ke dalam tema-tema, selanjutnya menemukan pola umum dari kecenderungan yang berhasil ditemukan dari data Sofyani dan Akbar, 2015. Dalam analisis tematik peneliti tidak diper-lukan penjelasan rinci yang terstruktur tentang kerangka teori dan pendekatan yang digunakan oleh responden dalam memaparkan pendapatnya Wijaya dan Akbar, 2013. Peneliti hanya akan menangkap persepsi bebas dari responden sebagai suatu data yang dapat dimaknai sebagai penga-laman realitas terkait pelaksanaan SPK. Akan tetapi penyandaran secara jelas fenomena yang digali dengan posisi teori tertentu penting untuk dilakukan Braun dan Clarke, 2006. Sedangkan data yang berasal dari dokumen-tasi dan observasi diperoleh dengan mendoku-mentasikan situs penelitian berupa benda fisik maupun non-fisik dari luaran program/kegiatan desa. Data hasil dokumentasi dan observasi ini akan digunakan sebagai bukti pendukung atau pemban-tah dari hasil analisis wawancara. Hal inilah yang menjadi alasa peneliti memasukkan data dari doku-mentasi dan observasi agar validitas dan kredibilitas hasil riset dapat dipertanggungjawabkan. Pengujian pada realibilitas dan validitas dari data wawancara yang sudah terkumpul dilakukan dengan prosedur sebagai berikut; petama, dalam rangka memastikan validitas data, maka dilakukan pemeriksaan kembali hasil transkrip. Aktivitas ini bertujuan untuk memastikan tidak adanya kesa-lahan yang dibuat selama proses transkripsi. Kedua, untuk memastikan reliabilitas data, maka perlu melakukan tanya-jawab dengan sesama rekan peneliti peer de-briefing untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian Creswell, 2010. HASIL DAN PEMBAHASAN2 Sebelum dipaparkan hasil penelitian, berikut disajikan Tabel 1 yang berisi data informan beserta kodifikasi agar memudahkan dalam membaca hasil penelitian ini. Dari deskripsi responden pada Tabel 1, dapat disimak bahwa pendidikan tertinggi dari apaprtur Desa adalah Diploma. Sementara kepala desa sendiri memiliki pendidikan SMA. Namun demikian, dengan segala keterbatasannya, peme-rintah Desa Dlingo dapat memajukan desanya dengan sangat pesat. Hal inilah yang menjadi isu menarik untuk dikaji. Secara tidak langsung, Desa Dlingo menunjukkan fenoemena dimana tingkat pendidikan bukan menjadi masalah untuk menjadi Desa yang maju dan berdaya saing. 2Nama Informan sengaja di-anonim-kan sesuai kesepakatan pra-wawancara. Ket IAI Ikatan Akuntan Indonesia; FDASP Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik; PwC Pricewaterhouse Coopers. Permasalahan yang kerap dihadapi? Strategi menyikapi dan menyiasati? Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia Vol 1 No 1 Maret 2018 5 Tabel 1. Deskripsi dan Kodifikasi Informan Penelitian Ahli Praktisi sekaligus akademisi Dosen, Anggota IAI, Konsultan Desa, Eks-Auditor Senior PwC Profil Desa Dlingo Dlingo berasal dari kata Delengo lihatlah hal ini terjadi disaat Ki ageng Perwito Sidiq mengungkap adanya tumurunnya Ratu Kencono di sebuah bukit Gunung Pasar melalui sebuah Bokor Kencono di Desa Krendetan, Delanggu. Hal ini didasari lelaku ki Ageng Giring III untuk meraih kamulyan dengan menggiring wahyu keprabon dari Majapahit Malang. Desa Dlingo yang pada mulanya merupakan daerah inclave Imogiri yang menginduk ke kasunanan Surakarta. Menurut Undang-undang Darurat nomor 5 tahun 1957 daerah enclave Imogiri Surakarta dan Kotagede Surakarta telah dimasukkan kedalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Surat Keputusan DPR DIY Nomor 18/K/DPR/1955 dan dituangkan dalam PERDA DIY Nomor 1 tahun 1958 tentang Perubahan Batas-batas dan nama kapanewon-kapanewon Imogiri, Gondowulung dan Kotagede dalam Kabupaten Bantul. Dalam rangka menambah kelancaran dan efisiensi pemerintahan Lima kapanewon Imogiri ska, Imogiri Yk, Kotagede ska, Kotagede yk, Gondowulung tersebut dijadikan empat kapanewon yakni Imogiri, Dlingo, Banguntapan, Pleret. Kapanewon Dlingo terdiri dari 6 Desa yakni Dlingo, mangunan, Temuwuh, Muntuk Imogiri ska dan Terong, Jatimulyo kotagede ska. Didalam mengadakan perubahan batas kapanewon-kapane-won tersebut batas-batas desa tidak terjadi perubahan, dan ditentukan Ibu kota Kapanewon/ kecamatan untuk perkembangan daerah dikemu-dian hari dalam lapangan pemerintah, ekonomi, social dan lain sebagainya. Biarpun tempat Ibu Kota telah ditentukan dalam Peraturan Daerah ini, tetapi Dewan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta perlu diberi kekuasaan untuk menunjuk tempat Ibu Kota sementara yang lain, jika faktor-faktor mengenai kepentingan pemerintahan memerlukan tindakan ini, atau hal itu perlu dilakukan dalam keadaan darurat, umpamanya gangguan keamanan, bahaya alam dan sebagainya. Sehingga Dlingo masih beribukota di Imogiri Ska 2016. Desa Dlingo memiliki 10 Dusun daerah satu level di bawah desa. Sejak 2013 Desa Dlingo menjadi desa percontohan dalam hal tata kelola. Desa Dlingo juga menjadi desa melek Teknologi Informasi TI yang ditandai dengan adanya website desa di Dalam kurun waktu sekitar empat tahun 2012-sekarang desa Dlingo telah mengalami berbagai kemajuan yang dapat dilihat dari struktur organisasi desa yang semkain lengkap, system pelayanan yang cepat dan tepat, serta tingkat kepuasan penduduk pada pemerintah desa yang meningkat. Selain itu, berbagai potensi desa juga terus ditingkatkan, seperti kerajinan, wisata, kuliner, dan budaya. Dari berbagai kemajuan itulah kemudian pemerintah pusat melalui Kementrian Dalam Negeri menjadikan desa Dlingo sebagai tempat studi bagi desa-desa lain di Indonesia dalam hal tata kelola pemerintahan desa. Dari observasi, doumentasi dan wawancara yang dilakukan kepada berbagai fihak, peneliti merumuskan permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan dan praktik tata kelola pemerintah Desa Dlingo Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai berikut Masalah Teknis Merumuskan Renstra Kendala utama dari pengelolaan desa adalah penyusunan renstra desa LD dan AP. Hal ini sulit dilakukan secara baik dan benar oleh aparatur desa. Hal ini sangat wajar terjadi karena pemurumsan rencana strategis, meliputi perumusan visi misi, tujuan, capaian dan target, program dan kegiatan, anggaran dan target anggaran adalah hal yang tidak mudah. Apalagi mayoritas aparatur desa secara akdemik rata-rata maksimal menempuh pendidikan Sofyani dkk. Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa 6 Sekolah Menengah Atas. Akibtanya, seringkali ditemukan, renstra desa hanya menjadi pemanis atau semboyan tanpa makna, khususnya di daerah Bantul sebelum adanya bantuan dari para ahli dalam pengelolaan desa. Selain itu, tata kelola dalam aspek perencanaan juga tidak berjalan baik, yakni tidak memberlakukan prinsip partisipatif. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakat desa yang menganggap tugas pengelolaan desa sepenuhnya adalah oleh dan tanggungjawab pemerintah desa. Akhirnya, program yang muncul dari suatu desa lebih bersifat ketetapan dari pemerintah desa atau ketika pemerintah desa tidak memiliki inisiasi program, program biasanya berdasarkan arahan pemerintah kabupaten yang sebenarnya belum tentu mengetahui secara detail ikhwal desa yang diarahkan. Berikut petikan wawancara dengan salah satu informan AA dan LD Kesulitan dalam membuat perencanaan, karena membuat konsep perencanaan ini termasuk perencanaan strategis, dia harus melihat potensi desa, dia harus melihat prioritas kebutuhan. Nah disini biasanya kemampuan atau kapasitas perangkat desa untuk membuat perencanaan strategis memang terbatas. Sehingga pada akhirnya program-program yang ada itu ditentukan oleh kabupaten. Yang mana harusnya di desa itu memiliki semangat partisipatif ternyata tidak jalan.AP3 Akar dari Masalah Perencanaan Strategis Masalah Keterbatasan Kapabilitas Sumber Daya Manusia. Masalah perumusan renstra tidak lepas dari kapabilitas sumber daya manusia SDM aparatur desa, baik di pemerintah desa maupun di dusun organisasi yang dibawahi desa. Hasil ini juga sejalan dengan temuan Subroto 2009, Utomo 2015, dan Amirullah, Ulum dan Prasetyo 2016. Hal ini pula yang dihadapi oleh desa Dlingo ketika awal mula Desa ini diberikan amanah dana desa dari Pempus. Para Kadus yang dilibatkan dalam parti-sipasi perumusan renstra desa belum memiliki pengetahuan yang cukup luas untuk merumuskan visi dan misi desa yang diturunkan ke Dusun4. 3 Tanda pada paper menjelaskan bahwa argu-mentasi yang dipaparkan berasal dari hasil wawan-cara kepada informan yang inisialnya ditampilkan. 4 Unit yang berada satu level di bawah Desa. Desa merupakan Kelurahan yang dipimpin oleh Lurah Desa yang membawahi beberapa Dusun. Berikut kutipan wawancara dari salah satu dari Kadus Kebosungu 1 Kita itu masih belum faham mengenai pengelolaan dusun sebagaimana yang dikehendaki pak Lurah. Ini karena kami sendiri memiliki keterbatasan pemahaman untuk mencari ide kreatif untuk mewu-judkan misi Lurah, yakni satu dusun satu produk kreatif. KBS1 Miskin Data. Menurut Informan dari Konsultan Desa AP, akar masalah dari sulitnya untuk merumuskan rencatan stratgis adalah desa sangat miskin data, sementara untuk mengukur potensi, keunggulan, dan kelemahan desa, diperlukan data yang valid dan uptodate. Sayangnya, data ini tidak dimiliki desa, dan ketika data diminta ke pemerintah kabupaten yang menaungi desa, data yang ada tidak valid dan tidak optodate AP dan LD. Hal ini tentu menjadi masalah untuk menentukan program yang tepat untuk dicanangkan oleh pemerintah desa. Sebenarnya akar permasalahan ini di desa, yaitu maksudnya miskin data. Desa sebagai pengumpul namun ironisnya malah desa tersebut tidak memiliki data, dan ironisnya lagi ketika desa ini meminta data ke dinas atau PEMDA itu sulit, kalaupun tidak sulit ya datanya lama. Sehingga tanpa adanya data perencanaan ini hanya berada di angan-angan saja. Sehingga dengan data yang minim kita sulit mengidentifikasi mana yang skala prioritas.AP Kekeliruan Pola Pikir dan Keengganan Untuk Berpartisipasi Membangun Desa. Permsalahan yang umum ditemui di desa adalah pola pikir masyarakat yang menunggu bantuan dari pemerintah, baik kabupaten, provinsi, maupun pusat. Mayoritas masyarakat desa beranggapan bahwa rakyat desa harus dibantu karena mereka adalah rakyat kecil dan lemah dari sisi ekonomi LD. Padahal, manusia dimanapun berada memiliki potensi yang akan berkembang jika terus diasah. Pola berfikir seperti yang dijelaskan di atas akhirnya menjadikan masyarakat desa enggan dan malas untuk terlibat berpartisipasi dalam membangun desa, dan hanya menunggu mendapatkan bantuan dari pemerintah desa. Masyarakat di desa mayoritas mereka adalah oyek, bukan subyek pembangunan. Dampaknya adalah mereka menunggu Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia Vol 1 No 1 Maret 2018 7 orang lain membangun desa yang mereka tempati, padahal semestinya merekalah yang membangun desa mereka, karena desa mereka adalah rumah mereka…LD Paradigma Bahwa Pembangunan Adalah Fisik Desa. Menurut pemerintah desa LD dan SP permasalahan lain yang muncul saat perumusan rencana strategis adalah paradigma masyarakat terkait pembangunan yang masih berfokus pada hanya pembangunan fisik, dan belum memiliki tingkat kesadaran yang mapan dalam hal pemba-ngunan non-fisik, seperti pemberdayaan lembaga dan masyarakat, pemanfaatan sarana yang bersumber dari bantuan pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat, pelatihan dan pendampingan, serta penyuluhan perilaku hidup sehat dan mandiri. Kondisi tersebut memicu banyaknya program kerja yang diusulkan masya-rakat didominasi oleh program pembangunan saja. Padahal pemerintah desa menginginkan adanya keseimbangan antara pembangunan fisik dan non fisik. Munculnya fenomena yang dipaparkan di atas menurut pemerintah desa LD dikarenakan masyarakat masih belum memiliki visi dari desa mereka sendiri. Akhirnya, perencanaan yang disusun adalah aktivitas yang bersifat reaksi dari suatu kondisi yang tidak diingini, dan bukan berupa aksi yang berdasar pada perencanaan stratgis. Sebagai contoh, ketika masyarakat menemukan adanya jalan yang rusak, masyarakat akan menyu-sun program perbaikan jalan, tetapi tidak mega-nalisis tujuan, kegunaan dan manfaat dari perbaikan jalan tersebut. Padahal, bisa saja jalan yang rusak tersebut tidak memiliki fungsi lagi. …sudut pandang masyarakat yang masih memandang bahwa pembangunan itu berupa fisik. Jadi untuk pemberdayaan mereka belum ahli… Dan biasanya setiap usulan itu berupa permintaan, pen bantuan modal. LD Masalah Pendampingan Desa. Masalah beri-kutnya yang dihadapi desa adalah terkait pendam-pingan. Fakta di lapangan, ternyata tidak semua desa memiliki pendamping desa yang membantu dalam pengelolaan dan mengatur praktik tata kelola desa. Selain itu, fokus pembantuan dari pendampin desa juga terbatas pada aspek administratif dan pertanggungjawaban keuangan saja. Padahal, pertanggungjawaban akuntabilitas hanya satu dari elemen pengelolaan desa yang meliputi perencanaan strategis, perencanaan program dan penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi serta pelaporan AP. Selain pendamping desa hanya berfokus pada kepatuhan pertang-gungjawaban saja, masalah lainnya adalah jumlah pendamping desa juga relatif sedikit dibandingkan desa yang semestinya didampingi AP. Hal ini berimbas pada harapan dari akselarasi desa untuk mandiri menjadi terhambat. Berikut petikan wawancara dengan salah satu informan Konsultan Desa ....ya, pertama tidak semua desa mempunyai pendamping. Yang kedua pada level teknis pendamping juga masih berfokus ke pertanggungjawaban, jadi lebih ke aspek administratif pertanggung-jawaban. Tapi nilai dari Undang-Undang desa yang memberikan otonomi yang luas bagi desa untuk mengatur potensinya supaya menjadi desa mandiri itu masih jauh. Jadi harapannya dengan dikasih dana dapat terjadinya akselerasi, tapi sekarang Kenya-taanya orang ini hanya berfokus pada kelengkapan administrasi. AP Masalah Praktik Kejar Tayang. Permasalahan menarik dari pengelolaan desa berikutnya adalah praktik kejar tayang. Maksudnya adalah, jika diamati di lapangan, pengelolaan desa dan peng-gunaan dana desa seperti praktik yang penting program jalan. Hal ini tentu berimbas negative, yakni berkaitan dengan permasalahan cita-cita akselarasi desa untuk semakin mandiri menjadi terhambat. Pasalnya, implementasi pengelolaan desa masih berfokus pada kepatuhan aturan. Akhirnya, hal ini menjadikan pergerakan desa hanya sebatas untuk mencairkan uang dana desa, dan lalu melaporkannya. Persoalan apakah pengelolaan desa berjalan sesuai cita-cita dari kebijakan dana desa itu sendiri seolah tidak terperhatikan AP. Dari kacamata teori isomorfisma institusional, hal ini jelas mengindikasikan bahwa pelaksanaan Undang-Undang desa di banyak desa masih sebatas koersif Gudono, 2014; Sofyani dan Akbar, 2015. Namun demikian, hal ini masih dinilai wajar, mengingat kebijakan dana desa yang diatur dalam Undang-Undang desa ini merupakan kebijakan yang masih sangat baru, dan masih dalam fase transisi. Sehingga, sock yang terjadi oleh pelaksana kebijakan baru merupakan keniscayaan Cavalluzzo dan Ittner, 2004; Sofyani dan Akbar, 2013. Akan tetapi, hal ini perlu menjadi perhatian agar segera dapat diatasi. Berikut petikan wawancara dengan salah satu informan PR Sofyani dkk. Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa 8 Tuntutan peraturan, jadi mereka belum berfikir apa sih di desa yang masih perlu dibutuhkan. Jadi ibaratnya sisitem hanya seperti kejar tayang. Sementara nilai pemberdayaan ini desa, pen belum keliha-tan, dan pendamping desa juga masih fokus di aspek kepatuhan. Baik berupa formatnya, kelengkapan dan sebagainya. Masalahan dalam Pelaporan Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Desa Benturan Peraturan dan Belum adanya Standar Pelaporan. Dari analisis wawancara dengan aparatur Desa LD dan SP dan observasi di Desa Dlingo, peneliti menemukan permasalahan dalam pelaporan, baik keuangan maupun kinerja, dikarenakan adanya beberapa perubahan peraturan yang mendadak terkait akuntabilitas desa. Padahal, dana desa bersumber dari tiga sumber utama, yakni Pempus, Pemprov, dan Pemkab. Itu artinya, pela-poran keuangan harus dapat terintegrasi menjadi satu dan tidak seperti pada kasus-kasus yang telah lalu dimana pelaporan keuangan desa menjadi tiga versi yang disesuaikan dengan pemberi dana desa. Permasalahan pelaporan ini dirasakan aparatur desa karena implementasi Undang-Undang desa dapat dikatakan masih dalam fase transisi, sehingga masih ada tumpah tindih antara Peraturan Kementerian Dalam Negeri Permendagri dan Peraturan Kemen-trian Desa Permedes. Kebingungan menyikapi tumpang tindih dan pro-kontra peraturan pengelo-laan dan tata kelola desa ini juga menjadi salah satu penggangu kinerja desa karena keluarnya peraturan desa tersebut terjadi di pertengahan program desa yang sedang berjalan LD dan SP. …kemarin di awal tahun 2015 itu kita bingung harus pakai acuan yang mana untuk formula pelaporan dan lain seba-gainya, tapi alhamdulillah di awal-awal tahun ini..SP Selain itu, masih banyak desa yang belum mendapatkan alat bantu untuk pelaporan, yaitu software akuntansi desa5 LD dan SP. Walaupun beberapa desa sudah diberikan termasuk Dlingo, hingga penelitian ini dilakukan, belum ada pen-dampingan secara memadai dilakukan oleh pen-damping desa dari BPKP untuk operasional software 5 Di beberapa desa d Bantul sudah mulai diadakan, trmasuk di Desa Dlingo, yakni Sistem Informasi Keuangan Desa Sikeudes dari Badan Pengawas Keuangdan dan Pembangunan BPKP. akuntansi AP. Berikut petikan wawancara dengan salah satu informan LD dan AP Desa itu memiliki karakteristik yang kompleks, karena desa menerima tiga sumber dana. Dari APBN yang itu milik desa, dari APBD yaitu ADD dan yang ketika dari desa sendiri PADes. Artinya, hal ini tidak simpel karena tiga sumber dana ini harus dikelola nanti digabung menjadi satu atau dapat dijadikan secara terpisah-pisah. Artinya disini memang dibutuhkan alat bantu. Sebenarnya dari pemerintah sudah ada software namun di BPKP tidak ada pendamping yang cukup, sehingga ada software namun tidak ada yang menga-jarinya. Karena kalau ini menjadi manual ini akan menjadi sulit… AP Kalau Dlingo sudah ada pelatihan BPKP dan software sudah diinstal di komputer desa. Hanya memang pelatihan sendiri masih dirasa kurang… Untuk Desa lain sepertinya ada yang belum dapat pelatihan itu.LD Permasalahan Pencapaian Kinerja Desa Selain menghadapi masalah perumusan renstra dan akuntabilitas, desa juga menghadapi masalah besar lainnya, yakni upaya untuk mencapai kinerja yang telah dirumuskan dalam program kerja tahunan desa. Terdapat beberapa kendala atau permasalahan yang dihadapi Pemdes Dlingo, diantaranya; Kurangnya Kontrol atas Program Kerja yang Didelegasikan ke Kepala Dusun. Dalam menyeleng-garakan pembangunan desa, Pemdes Desa Dlingo mendisposisikannya ke Kadus untuk beberapa program tertentu. Masalah yang pernah dihadapi Desa Dlingo adalah adanya Kadus yang tidak mengerjakan tugasnya dengan baik. Di sisi lain, kontrol pengendalian dan pengawasan dari desa waktu itu masih lemah. Akhirnya, terdapat program yang penyelesaiannya tidak sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan. Berikut salah satu petikan dari wawancara dengan informan Kadus Pokoh 2. …tadinya kadang ada pekerjaan yang kurang baik dan belum selesai pada waktunya… PKH2 Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia Vol 1 No 1 Maret 2018 9 Masalah Sistem Keuangan Anggaran H-1. Menurut bagian Sarpras Desa mekanisme keuangan desa yang berjalan di desa Dlingo selama ini adalah H-1, yakni perencanaan dibuat tahun ini dan akan dieksekusi untuk dua tahun di depan, salah satu yang menjadi pemicu dalam pencapaian kinerja SP. Hal ini berimbas pada lambannya realisasi aspirasi yang sudah tercurahkan dalam rencana pembangunan. …Sekarang kan berpatok pada H-1. Artinya perencanaan tahun ini dilaksanakan tahun depan. Jadi berurutan, tidak bisa perencanaan tahun ini dilaksanakan tahun ini. Jadi kita harus merancang kegiatan, misalkan pelaksanaannya di tahun 2017 ya perencanaanya di tahun 2015. Dan yang untuk perencanaan tahun 2016 untuk kegiatan di tahun 2018. Sebenarnya mereka kurang paham yang seperti itu. SP Menurut bagian Sarpras Desa Dlingo, hal ini sempat memicu ketidaksabaran masyarakat desa dan mengira bahwa aspirasi mereka tidak akan dijalankan. Hal itu dikarenakan masyarakat tidak tahu soal mekanisme yang berjalan. Berikut penuturan bagian Sarpras Desa Dlingo …mungkin imbas dari peraturan tingkat pusat daerah 1 dan 2, karena semua usulan dari masyarakat baik desa, kecamatan, kabupaten maupun usulan kelompok itu memang aturannya seperti itu, jadi kita desa terkena imbasnya seperti itu. Padahal inginnya desa, setiap apa yang diusulkan masyarakat tahun depan jalan.SP Masalah Semangat Partisipasi dan Aspirasi Versus Prioritas Program. Selain memunculkan kepuasan dan semangat membangun desa, ternyata partisipasi publik juga memicu adanya dampak negatif yang perlu dikontrol, yakni tuntutan yang berlebihan dari masyarakat dalam menyam-paikan aspirasinya SP. masyarakat desa tidak sepenuhnya faham mekanisme penjaringan aspirasi. Mereka mengira semua aspirasi harus dipenuhi PKH2. Merespon hal tersebut, terdapat masya-rakat yang kemudian enggan untuk diajak bekerja-sama ketika usulannya tidak disetujui. Meskipun dampak negatif ini tidak begitu berpengaruh besar terhadap pembangunan desa, namun perlu menjadi perhatian Pemdes di tempat lain. Hambatan disusun karena keinginan mereka itu tidak sesuai dengan anggaran yang ada, jadi seperti memaksakan diri terhadap usulan yang harus direalisasi.SP …ketidakpuasan masyarakat sempat terjadi, pen karena banyak usulan teruta-ma dari masing-masing dusun itu berbeda, tapi kebijakan dari bapak lurah desa itu mengambil yang mana usulan atau kebija-kan mana yang lebih didahulukan dan perlu didanai dulu.PKH2 Masalah Tidak Adanya Tindak Lanjut dari Program Pelatihan/Pemberdayaan. Mengacu pada konsep perencanaan stratgik, tujuan dari kegiatan dan program yang diselenggarakan desa adalah bermuara pada pencapaian tujuan Goal dan Visi desa Bastian, 2015. Namun, faktanya yang terjadi di desa adalah, beberapa dari kegiatan yang dilaksa-nakan masih terbatas pada upaya penghabisan dana desa agar kembali mendapat jumlah yang relative sama di tahun mendatang. Hal itu karena salah satu ukuran kinerja Pemdes adalah realisasi anggaran belanja atau penggunaan uang desa. Hal ini terkait dengan masalah kejar tayang program dan kegiatan sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya. Akhirnya, kegiatan seperti pelatihan dan pemberdayaan ekonomi kreatif, seperti kuliner, kerajinan dan pariwisata, kerap tidak ada tindak lanjut dari masyarakat LD, SP dan PR. Menurut Lurah Desa, salah satu faktornya adalah masyarakat yang masih belum memiliki inisiatif untuk mengembangkan ilmu baru, dan sudah terlanjur nyaman dengan mata pencaharian yang ada LD. saya masih bingung bagaimana cara untuk menindak lanjuti pelatihan dan pemberda-yaan yang telah diberikan kepada masya-rakat. Rata-rata masyarakat banyak yang tidak menindak lanjutinya. Sehingga prog-ram dan kegiatan yang telah dilaksanakan seolah hanya sebatas menghabiskan dana desa dan tidak ada keberlanjutan tujuan-nya…. sangat disayangkan.LD Masalah Kurangnya Alokasi Untuk Dana PKK. Menurut Kadus Pakis 1, salah satu kekurangan dari pengelolaan Pemdes terkait keuangan Desa adalah minimnya alokasi dana untuk unit Pembinaan Kesejahteraan keluarga PKK. Padahal, PKK merupakan unit yang sangat aktif kegiatannya di Desa Dlingo. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kegiatan yang dikelola PKK, misalnya arisan sekaligus pemberdayaan ekonomi kreatif ibu-ibu Desa Dlingo, Posyandu, Taman Kanak-kanak TK, Sofyani dkk. Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa 10 dan Pendidikan anak usia dini Paud PKS1. Ketika hal ini peneliti konfirmasi kepada Lurah Desa Dlingo, kurangnya dana PKK di benarkan oleh Lurah Desa. Hal itu dikarenakan PKK belum masuk dalam prioritas program dari kegiatan desa saat ini 2016. Disamping itu, belum baiknya penyusunan laporan akuntabilitas PKK dalam penggunaan dana desa juga menjadi alasan kurangnya alokasi dana desa yang diberikan untuk kegiatan PKK itu sendiri LD. Alokasi dana yang minim bagi kegiatan ibu-ibu PKK baik secara dusun maupun di desa. Saya pernah dengar kalau desa lain memiliki kas anggaran PKK, pen yang besar. Namun disini saya rasakan masih sangat minim sekali. Itu yang membuat Kadus dan ibu-ibu PKK mengeluh.PKS1 Sekarang beberapa tahun ke belakang dan sampai penelitian ini dilakukan, Desember 2016, pen PKK memang belum masuk prioritas kita Program Pemdes, pen. Selain itu permasalahannya adalah pada akuntabilitas pengelolaan dana yang kurang baik. Jadi kita belum bisa berikan jumlah besar itu.LD Strategi Menyikapi dan Menyiasati Permasalahan Pengelolaan dan Tata Kelola Desa Dari berbagai permasalahan yang terjadi dalam hal pengelolaan program kerja dan keuangan desa, Lurah Desa Dlingo melakukan hal-hal berikut untuk menyikapi dan menyelesaikan masalah yang ada Memberikan Pemahaman Mengenai Konsep Pembangunan Desa Secara Persuasif. Temuan yang sangat menarik dari hasil wawancara dengan Lurah dan Bagian Sarpras Desa Dlingo adalah, aspek utama yang mereka lakukan untuk pembangunan desa ternyata bukan perbaikan sistem administrasi atau rumusan rencana strategis, melainkan pemba-ngunan mental manusia masyarakat desa supaya termotivasi untuk terlibat dalam pembangunan desa. Lurah Desa menambahkan, Pembangunan Desa Dlingo yang sangat lamban pada periode sebelumnya dikarenakan kelirunya pola pikir masyarakat tentang konsep pembangunan desa, rendahnya partisipasi, dan kurang bangganya masyarakat desa dengan desanya sendiri. Berang-kat dari simpulan ini, Lurah Desa Dlingo melakukan tiga hal mendasar sebelum merumuskan rencana stratgik pembangunan desa, yakni menanamkan semangat berdikari mandiri, menanamkan bangga dengan desa sendiri dan memberikan pemahaman tentang konsep pembangunan desa. Menanamkan Semangat Berdikari. Salah satu strategi dalam menyikapi masalah yang dihadapi dalam mengelola desa yang dilakukan pemerintah desa Dlingo adalah menanamkan pola berpikir atau idealism untuk mandiri yang kemudian dijadikan semboyan Berdikari berdiri di atas kaki sendiri6. Hal ini dikarenakan untuk membangun desa dipe-rlukan pola pikir maju dan mandiri dan menghindari faham berpangku tangan pada bantuan orang lain. Hal ini lah yang dilakukan oleh pemerintah Desa Dlingo. Pemerintah desa menilai selama ini masya-rakat desa hanya menunggu untuk dibantu oleh pemerintah pusat, privinsi, dan kabupaten. Akhir-nya, hal ini mematikan daya kreatifitas masyarakat dan kemauan untuk maju secara mandiri. Selain itu, masayarakat menjadi sangat malas untuk memba-ngun desanya. Karenanya, aspek membangun men-tal masayarakat ini sangat penting untuk dilakukan sebelum melakukan pembangunan pada desa itu sendiri. Saya sampaikan untuk mengelola wilayah sebelum wilayah tersebut terlepas dikelola orang lain/bukan warga desa Dlingo asli, pen. Mari kita bangun desa yang dikelola secara baik. LD Secara mendasar, sebelum renstra disusun dimana di dalamnya terdapat visi dan misi Desa, fihak Pemdes menanamkan terlebih dahulu filosofi yang akan dijalankan desa dalam menggerakkan masyarakat desa LD. Filosofi tersebut, menurut pak Bahrun adalah berpikir melayani serving bukan berharap dilayani served sebagaimana yang selama ini tertanam dalam benak masyarakat desa. Dari perubahan paradigma ini, fihak Pemdes meyakini bahwa kemajuan desa berawal dari kemajuan cara berfikir masyarakat desanya, yang mana hal itu tidak akan dapat tercapai jika masyarakat masih memiliki pola berpangku tangan, berharap bantuan darian pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat. Paradigma melayani ini selanjutnya memun-culkan perilaku aktif dalam membangun, sehingga upaya pembangunan desa tidak lagi berfokus pada bagaimana melayani masyarakat, tetapi menyetir steering keinginan dan aspirasi masyarakat untuk membangun desanya. Kondisi ini juga memicu masyarakat menjadi lebih kreatif dan inovatif, yang dapat dilihat dari semakin menggeliatnya unit-unit 6 Istilah ini dipopulerkan oleh Presiden pertama RI, Bapak Ir. Soekarno Allah yarham. Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia Vol 1 No 1 Maret 2018 11 atau organisasi desa yang aktif dalam mengelola potensi desa seperti Pokdarwis kelompok sadar pariwisata, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga PKK, Karang Taruna, Bina Budaya, Gapoktan Gabungan Kelompok Tani, Guna Desa, dan Sandigita-IT. “…ternyata konsep dari orang desa me-mungkinkan dirubah dari dilayani menjadi melayani… dan itu harus kita fahamkan kepada semua…LD Menanamkan Bangga dengan Desa. Selain me-nanamkan semangat berdikari, Lurah Desa Dlingo juga menanamkan bangga desa pada warganya. Hal ini bertujuan agar masyarakat Desa Dlingo lebih merasa memiliki, peduli, dan tanggungjawab untuk mengelola desanya. Sehingga, akhirnya masyarakat akan bekerja keras untuk membangun desanya sendiri, tanpa menunggu belas kasih dari fihak lain. yang paling penting adalah bahwa masyarakat kami bangga akan terhadap desannya. Apabila masyarakat bangga ter-hadap desanya maka pembangunan akan berjalan lancar dan desa akan menjadi maju, sehingga mereka akan bekerja keras. Sekarang yang sudah kami rasakan adalah visi desa sudah sampai di level dusun. Jadi mereka punya impian untuk apa yang harus dilakukan secara visi mereka.LD Memberikan Pemahaman Tentang Konsep Pembangunan Desa. Sebagaimana dipaparkan di bagian sebelumnya, salah satu masalah yang muncul dalam pengelolaan desa adalah paradigma masyarakat dan aparatur desa yang masih menilai bahwa pembangunan itu adalah pembangunan fisik saja. Selain itu, perencanaan juga kerap hanya berorientasi pada reaksi dan bukan visi dari desa. Menyikapi hal ini, pemerintah desa Dlingo menga-dakan konsolidasi dengan masayarakat dan mem-berikan pemahaman yang dilakukan secara persuasif LD dan SP. Beberapa poin yang dilakukan Pemdes Dlingo untuk merubah maindset masyarakatnya agar lebih aktif untuk membangun ini ternyata berbuah hasil positif. Hal itu tidak hanya ditunjukkan dari meng-geliatnya uni-unit desa dalam bekerja, berkreasi, dan berinovasi. Tetapi juga di lapangan ditemukan bahwa semangat bekerja keras membangun desa itu tidak didasarkan pada suatu insentif tertentu. Peneliti sendiri tidak menemukan adanya meka-nisme insentif yang didesain untuk memicu semangat kerja aparat dan warga desa. partisipasi aparat dan masyarakat ini murni dari adanya perubahan pola pikir dari yang pasif menjadi aktif, dari berpangku menjadi mampu, dari dilayani menjadi melayani. …adalah sudut pandang masyarakat masih memandang bahwa pembangunan itu berupa fisik. Jadi untuk pemberdayaan mereka belum ahli dalam membuat rencana… masih sedikit yang memahami bahwa pembangunan itu bukan hanya fisik… Sehingga ini perlu kita arahkan dan fahamkan terlebih dahulu..LD Membangun sinergi dengan pemerintah Pro-vinsi dan kabupaten serta universitas. Menyikapi berbagai masalah yang dihadapi seperti ketidak-fahaman dalam merumuskan renstra, perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan program, pe-ngembangan Badan Usaha Milik Desa BUM Desa, evaluasi dan kontrol, dan pelaporan akuntabilitas keuangan dan program kinerja desa, dipecahkan Pemdes Dlingo dengan cara berkoordinasi dan bekerjasama dengan fihak Pemkab Bantul dan universitas. Salah satu yang sempat menjadi topik hangat adalah permasalahan dalam pelaporan keuangan akuntabilitas. Hal itu dikarenakan sampai saat ini belum ada standar baku yang dibuat oleh IAI dalam hal pelaporan dana desa. padahal, dana desa berasal dari tiga sumber, yakni Pempus, Pemprov, dan Pemkab. Berangkat dari masalah ini, Pemprov DIY dan Pemkab Bantul segera bergerak dengan cara memberikan pendampingan dari profesional yang mengerti praktik akuntansi secara mendalam yang berasal dari pihak universitas dan eks-pendamping PNPM7. Tujuannya adalah untuk merumuskan acuan sementara mengenai praktik akuntabilitas pemerintah desa yang harus diikuti LD dan SP. Selain itu, bagian akuntansi desa juga ditangani oleh orang yang memang memiliki dasar pemahaman akuntansi, yakni lulusan Sekolah Menengah Kejuruan SMK jurusan akuntansi. meskipun masih level SMA, namun pemerintah desa berupaya untuk menempatkan pegawai di posisi akuntansi sesuai dengan kompetensinya LD. 7 PNPM Mandiri Perdesaan —Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM— merupakan salah satu meka-nisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesem-patan kerja di Pedesaan. Sofyani dkk. Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa 12 ...Jadi kita di BIMTEK oleh pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten. Terkait dengan bantuan SDM kami bekerja sama dengan universitas, belajar bagaima-na sih menjalankan desa yang baik.LD …kemarin di awal tahun 5 itu kita bingung harus pakai acuan yang mana untuk formula pelaporan dan lain sebagainya. Tapi alhamdulillah di awal-awal tahun ini, karena kemarin lewat pemerin-tahan bisa membuat formula untuk dijadi-kan sebuah acuan, jadi kami untuk tahun ini sudah ada acuan baku dari aturan itu.SP Pendamping desa dari Pemkab Bantul, pen sekarang itu rata-rata bisa dikatakan pendamping dari eks PNPM, mungkin mereka juga minta rekomendasi atau meminta masukan dari mereka tapi untuk kabupaten lain saya rasa tidak tahu. Karena kita belum ada pelatihan semacam seluruh kabupaten seperti jakarta.SP Menyekolahkan Aparat-Aparat Desa. Sebagai-mana dipaparkan di atas, masalah belum mum-puninya kapabilitas SDM Pemdes Dlingo menjadi salah satu masalah utama pengelolaan desa. Sampai sejauh ini, berbagai kendala dapat diatasi dengan melakukan sinergi dengan tenaga ahli dari Pemkab Bantul dan fihak Universitas. Akan tetapi, Lurah Desa tidak ingin selamanya dibantu fihak lain. Lurah Desa Dlingo berkeinginan dan berkeyakinan bahwa mereka dapat mandiri. Karenanya, sebagian dari dana desa dialokasikan untuk beasiswa aparat desa. Bagi aparat yang lulusan SMA ditugaskan untuk melanjutkan studi di di beberapa parguruan tinggi yang ada di kota Yogyakarta. Ada tiga orang yang kami sekolahkan, yakni bagian akuntansi dan administrasi. Termasuk saya sendiri Lurah juga sedang menempuh studi Ilmu hokum di salah satu kampus, pen di kota Yogyakarta… kita tidak memungkiri kapabilitas kita saat ini masih kurang dan perlu untuk diting-katkan"LD Pembentukan Forum Lurah Desa Se-Kabupa-ten Bantul. Dalam rangka mencari ide atau gagasan kreatif dalam tujuan memajukan desa terkait perumusan perencanaan pemberdayaan potensi desa, Pemdes di lingkup Kabupaten Bantul berinisiatif untuk membentuk paguyuban forum lurah desa se-Kabupaten Bantul. Dengan adanya forum ini, maka pemerintah desa se-kabupaten Bantul memiliki wadah untuk saling bertukar ide dan gagasan kreatif untuk pembangunan desa dan memberdayakan keunggulan/potensi desa. Teman-teman lurah di Bantul, pen itu membentuk organisasi forum lurah desa disitulah tempat kita berdiskusi biasanya. Masih tentang bagaimana desa memba-ngun sistem keuangan. Jadi kita sudah seperti saudara di kabupaten Bantul untuk lurah-lurah itu.LD Kerjasama Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa Gotong Royong. Dalam pelaksanaan program kerja, agar mencapai hasil yang optimal, Desa Dlingo melaksanakannya dengan cara memberikan deligasi kepada Kadus untuk mengeksekusi. Hal ini adalah upaya untuk meningkatkan partisipasi dan pengakuan eksistensi pada organisasi di level Dusun. Upaya ini juga merupakan inovasi di Desa Dlingo yang mana sebelumnya pembangunan lebih tersentral oleh Pemdes. Dengan adanya deligasi, maka terjagalah kearifan lokal dari karakteristik desa di Indonesia pada umumnya, yakni gotong-royong yang berbuah semboyan Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Gotong royong ini sendiri peneliti dapati secara nyata dalam wujud adanya program Merti Desa, Dlingo Expo, Peringa-tan hari prokalmasi Tujuh belasan, dan acara kedesaan lainnya. Musrembangdus dan berbagai kegiatan melibatkan orang-orang pedukuhan…. biasanya adalah tokoh masyarakat, pak RT, tokoh pemuda, kemudian ibu-ibu kader dari pembina paud dan posyandu, karang taruna dusun, kelompok kegiatan masya-rakat. Dari situ kumpul membicarakan program jangka menengah yang akan, pen dibawa ke desa…PKS1 Koordinasi Mingguan Untuk Mengevaluasi Kinerja Mingguan. Sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya, masalah yang pernah dihadapi Desa Dlingo adalah adanya Kadus yang tidak menger-jakan tugasnya dengan baik. Di sisi lain, control pengendalian dan pengawasan dari desa waktu itu masih lemah. Menyikapi hal itu, pemerintah Desa Dlingo yang baru melakukan koordinasi mingguan yang dilaksanakan di balai desa untuk mendis-kusikan rencana kegiatan dan pelaksanaannya. Diskusi berfokus pada perkembangan capaian target, kendala dan hambatan, serta masukan dari berbagai fihak dalam menyikapi kendala dan ham- Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia Vol 1 No 1 Maret 2018 13 Tabel 2. Matriks Permasalahan dan Strategi Pemecahan Pengelolaan dan Praktik Tata Kelola Pemerintahan Desa Dlingo, Bantul, DIY Dampak negatif yang muncul Permasalahan dalam perumusan rencana strategis desa Masalah teknis merumuskan renstra Renstra dibuat secara tidak benar dan hanya menjadi “pemanis” atau “semboyan tanpa makna” 1. Sinergi dengan pemerintah kabupaten dan universitas 2. Mendirikan forum lurah sekabupaten bantul 3. Menyekolahkan aparat-aparat desa Masalah pendampingan desa Desa bingung apa yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan dalam mengelola dana desa Pendampingan pihak Pemkab dan Universitas Masalah praktik kejar tayang Hanya terfokus pada akuntabilitas keuangan dan ketaatan hukum, sementara renstra desa untuk mewujudkan cita-cita kemandirian desa terabaikan Pendampingan fihak Pemkab dan Universitas Masalah paradigma masyarakat bahwa pembangunan adalah fisik desa Program yang diusulkan hanya pembangunan fisik, bukan manusia Memberikan pemahaman secara persuasif mengenai konsep pembangunan desa Permasalahan dalam pelaporan keuangan dan kinerja desa Benturan peraturan dan belum adanya standar pelaporan 1. Kebingungan Pemdes dalam menyusun laporan keuangan. 2. Laporan keuangan tidak sesuai standar karaktateristik kualitatif dan tidak tepat waktu 1. Sinergi dengan pemerintah kabupaten dan pendamping ex PNPM 2. Menyekolahkan aparat-aparat desa Permasalahan pencapaian kinerja desa Kurangnya kontrol atas program kerja yang belum berjalan baik Program kerja yang dilaksanakan kurang optimal Koordinasi rutin mingguan untuk mengevaluasi kinerja Masalah sistem keuangan anggaran H-1 Aspirasi masyarakat lambat untuk terealisasi Masalah semangat partisipasi dan aspirasi versus prioritas program Program kerja yang dilaksanakan kurang optimal Ajakan secara persuasif dari Pemdes kepada masyarakat desa untuk beerjasama gotong royong Sofyani dkk. Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa 14 Tabel 2. Matriks Permasalahan dan Strategi Pemecahan Pengelolaan dan Praktik Tata Kelola Pemerintahan Desa Dlingo, Bantul, DIY Lanjutan… Dampak negatif yang muncul Permasalahan pencapaian kinerja desa Masalah tidak adanya tindak lanjut dari program pelatihan/ pemberdayaan Kegiatan hanya bersifat penghabisan uang desa tanpa adanya target yang hendak dicapai Masalah kurangnya alokasi untuk dana PKK Kegiatan pkk terkendala dana Desa merencanakan pelatihan terkait penyusunan laporan akuntabilitas dana PKK batan yang terjadi LD, SP, PKS1, PKS2, PKH2, KBS1, KBS2. …setiap hari jum’at diadakan koordinasi dari lurah desa. Jadi setiap masukan dari setiap dusun itu pak lurah tahu.PKH2 Permasalahan yang Belum Terpecahkan Dari berbagai permasalahan yang dihadapi desa Dlingo, sebagian besar dapat dipecahkan dengan strategi sebagaimana dijelaskan di atas. Namun, terdapat pula permasalahan yang belum ditangani dan ditemukan pemecahannya, yakni 1 masalah tidak adanya tindak lanjut dari program pelatihan/ pemberdayaan, 2 masalah sistem keuangan anggaran H-1 dan 3 upaya untuk mem-berikan pelatihan akuntabilitas bagi PKK agar ada rasa aman dari Lurah Desa ketika mengalokasikan dana yang lebih besar untuk kegiatan unit tersebut. Untuk kasus alokasi dana PKK, hal ini penting untuk diperhatikan mengingat bagi Pemdes Dlingo, unit PKK merupakan unit yang memiliki kegiatan yang banyak dan berdampak positif bagi masyarakat, seperti arisan sekaligus pemberdayaan ekonomi kreatif ibu-ibu Desa Dlingo, Posyandu, Taman Kanak-kanak TK, dan Pendidikan anak usia dini Paud PKS1. Namun demikian, dari followup peneliti kepada Pemdes Dlingo terkait opini Kadus Pakis 1 ini, Pemdes Dlingo sudah merencanakan untuk masa mendatang agar PKK diberikan pelatihan pelaporan akuntabilitas menggunakan software agar lebih mudah, serta optimalisasi pemberdayaan PKK menjadi lebih baik oleh Pemdes Dlingo adalah suatu niat yang baik dan diharapkan dapat direalisasikan. Berdasarkan berbagai macam strategi yang dijalankan oleh Pemdes Dlingo dalam menyikapi permasalahan yang muncul, maka dapat disim-pulkan dalam bentuk matriks sederhana sebagai-mana yang disajikan pada Tabel 2. SIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi permasalahan yang dihadapi desa Dlingo dalam mengelola management dan menjalankan praktik tata kelola governance desa dan pula strategi yang dijalankan dalam menyikapi permasalahan yang muncul. Dari hasil studi ditemukan bahwa perma-salahan yang terjadi dalam pelaksanaan pemerin-tahan desa dapat dibagi menjadi tiga sub utama, yakni 1 masalah perumusan rencana strategis, 2 masalah pelaporan keuangan dan kinerja, dan 3 masalah pencapaian kinerja desa. Dalam rangka menyikapi permasalahan yang terjadi terkait perencanaan strategis dan pelaporan keuangan dan kinerja desa, pemerintah desa melakukan sinergi dengan Pemkab, Pemprov, dan fihak universitas untuk mendapatkan pendampingan dan pembi-naan. Selain itu, Pemdes Dlingo juga aktif menye-kolahkan beberapa pegawainya. Dalam rangka meningkatkan kinerja desa guna mencapai visi dan misi yang berujung pada kemandirian desa Dlingo, Pemdesa Dlingo melakukan pendekatan persuasif untuk memotivasi masyarakat Desa supaya dapat berfikir mandiri dan bangga dengan desanya sendiri, sehingga memicu motivasi untuk terlibat aktif dalam membangun desa. Implikasi dari temuan penelitian ini yakni penting bagi Pemdes untuk merubah pola pikir masyarakat desa sebelum pembangunan desa dijalankan. Hal ini bertujuan agar pembangunan desa tidak dijalankan berdasarkan keterpaksaan karena menerima dana desa, akan tetapi berdasarkan kesadaran untuk menjadikan desa menjadi mandiri. Selain itu, penting bagi desa untuk mendelgasikan pegawainya untuk menempuh studi lanjut, juga senantiasa membangun sinergi kepada level pemerintah yang lebih tinggi di atasnya Pemkab dan Pemprov, lembaga universitas dan antar Desa itu sendiri dalam upaya berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meno- Jati Jurnal Akuntansi Terapan Indonesia Vol 1 No 1 Maret 2018 15 pang Pemdes untuk mengatasi berbagai perma-salahan pengelolaan dan praktik tata kelola desa. Terakhir, dalam rangka peningkatan kinerja desa, maka kearifan lokal rakyat Indonesia, yakni budaya gotong royong harus senantiasa digalakan. Penelitian ini memiliki keterbatasan yang disebabkan oleh pendekatan yang digunakan adalah studi kasus pada satu obyek saja. Karenanya, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisir secara luas untuk konteks seluruh Pemdes di Indonesia. Karena itu maka penelitian selanjutnya sangat disarankan untuk membuat penelitian dengan desain berbeda dalam rangka menemukan hasil temuan yang bersifat umum, misalnya dengan pendekatan survey atau observasi data sekunder. Meskipun terdapat keterbatsan ini, namun demikian hasil ini tetap memiliki kebermanfaatan sebagai informasi yang berguna dalam menyikapi perma-salahan pengelolaan desa jika ternyata terdapat masalah serupa yang ada di desa lain, sebagaimana yang dipaparkan pada temuan-temuan penelitian ini. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah temuan yang relatif masih menyampaikan kasus yang bersifat umum. Karenanya, investigasi lebih dalam perlu dilakukan untuk menyajikan temuan yang lebih detail. Sebagai contoh, pada temuan ini tidak disajikan bagaimana secara detail pelaporan keuangan disusun oleh desa dalam rangka menyikapi adanya variasi standar pelaporan yang dituntut pemberi sumber dana Pempus, Pemprov, dan Pemkab. Sementara itu, acuan atau standar akuntansi pelaporan keuangan yang secara resmi diterbitkan oleh IAI atau Pemerintah belum diadakan. Dari temuan ini, maka investigasi dan isu pelaporan keuangan desa menarik untuk diteliti di masa mendatang, khususnya terkait rumusan pelaporan keuangan desa yang sebaiknya disusun dan dijadikan acuan resmi pelaporan keuangan Pemerintah desa. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menjadi sponsor utama pemberi bantuan dana dari pene-litian ini dalam skema hibah penelitian kemitraan. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada reviewer yang telah memberikan masukan dan beberapa catatan untuk perbaikan paper ini. DAFTAR PUSTAKA Amirullah, M. A., Ulum, I. & Prasetyo, A. 2016. Analysis of Financial Management Based on Minister Home Affairs Regulation 113 of 2014 Case study in Brumbungan Kidul Village, Maron Sub-district, Probolinggo Regency. Proceedings of Internastional Conference on Accounting and Finance, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Maret 2016. Bastian, I. 2015. Akuntansi Kecamatan dan Desa. Jakarta Penerbit Erlangga. Braun, V. & V. Clarke. 2006. Using Thematic Analysis in Psychology. Qualitative Research in Psychology, 3, 77-101 Cavalluzzo, K. S., & Ittner, C. D. 2004. Implementing performance measurement innovations evidence from government. Accounting, Organizations and Society, 293, 243-267. Creswell, J. W. 2010. Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches . California Sage Publication. Gudono. 2014. Teori Organisasi. Yogyakarta BPFE Yogyakarta. Jones, R., & Pendlebury, M. 2015. Public Sector Accounting. Pearson Education. Mardiasmo. 2015. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta Penerbit ANDI. Riyanto, T. 2015. Akuntabilitas Finansial Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa ADD Di Kantor Desa Perangat Selatan Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Administrasi Negara, 31, 119-130. Sofyani, H., & Akbar, R. 2013. Hubungan Faktor Internal Institusi dan Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah SAKIP di Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 102, 184-205. Sofyani, H. & Akbar, R. 2015. Hubungan Karakteristik Pegawai Pemerintah Daerah dan Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Perspektif Ismorfisma Institusional. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 192, 153-173. Subroto, A. 2009. Accountability of Village Fund Allocation Management case study in Tlogomulyo Sub-District, Temanggung Regency. Master Theses, Universitas Diponegoro. Ulum, I., & Sofyani, H. 2016. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta Aditya Media Publishing. Utomo, S. J. 2015. Implementasi Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDes Untuk Meningkatkan Pembangunan Desa Studi Kasus Sofyani dkk. Pengelolaan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa 16 di Desa Bandung Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto. Media Trend, 101, 27-46. Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa Wijaya, A. H. C. & Akbar, R. 2013. The Influence of Information, Organizational Objective and Targets, and External Pressure toward The Adoption of Performance Measurement System in Public Sector. Journal of Indonesian Economy and Business, 28, 62-83. ... Putri & Putra, 2015. Hal ini karena partisipasi penganggaran juga merupakan bentuk akuntabilitas dan transparansi yang dapat memitigasi masalah keagenan di sektor publik, yakni asimetri informasi antara pemerintah desa selaku agen dan masyarakat desa selaku prinsipal Sofyani et al., 2018. Oleh karenanya, sebagaimana beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini kembali menguji peran variabel partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial. ...... Pada konteks pemerintahan desa, partisipasi penganggaran tidak hanya sampai pada aparatur desa, tetapi juga sampai melibatkan masyarakat desa melalui tokoh-tokohnya Sofyani et al., 2018. Pelibatan semua tingkatan manajemen di pemerintahan desa dalam merencanakan, mengeksekusi, dan mengevaluasi anggaran akan menjadi mekanisme kontrol bagi kepala desa agar tidak memonopoli pengelolaan anggaran yang mengarah kepada pemenuhan kepentingan pribadi yang berpotensi pula memicu tindakan fraud. ...... Locke et al. 1981 mengemukakan bahwa manajer yang terlibat dalam praktik partisipasi anggaran akan lebih memahami tujuan anggaran, yang kemudian dianggap membantu dalam menjalankan fungsi manajerial. Dalam pemerintahan desa, partisipasi penganggaran dilakukan pada tahap perencanaan dan pengendalian melalui evaluasi rutin mingguan, bulanan, triwulanan, dan tahunan yang mana proses ini melibatkan semua tingkatan manajemen desa dan tokoh masyarakat Sofyani, Suryanto, Wibowo, & Widiastuti, 2018. Praktik partisipasi penganggaran memberikan manfaat untuk mengumpulkan masukan dan dukungan positif untuk menyelesaikan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi dan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah desa Sofyani et al., 2020. ...Hafiez SofyaniIrfan ArdiyantoThis study aims to empirically examine the effect of management commitment, budgetary participation, and internal control systems implementation on the managerial performance of the village government. The population of this study were all villages in Bantul Regency in which 32 villages were selected as samples. The sampling technique uses the convenience sampling. Research data in the form of primary data obtained by distributing questionnaires directly to respondents. The data analysis technique employs multiple linear regression. The classical assumption test on the research data has been carried out prior to hypothesis testing. The results show that there are no classical assumption problems in the research data, so that hypothesis testing can be carried out. The results show that management commitment, budgetary participation, and internal control system implementation positively influence the managerial performance of the village government. The results of this study provide practical implications that are significant to consider for village governments to improve their managerial performance.... Pencegahan kecurangan atau penyelewengan dana dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik Good Governance. Good Governance untuk mengawasi serta menjamin dana desa yang agar dapat dikelola baik dan memberikan nilai tambah dalam penggunaannya Sofyani et al., 2018. Pemerintah telah mengatur tentang pengelolaan keuangan desa yang baik melalui Permendagri No. 20 tahun 2018, bahwa pengelolaan keuangan desa didasarkan pada asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran Peraturan Menteri Dalam Negeri, 2020. ...... Selain itu, penelitian melibatkan perwakilan atau tokoh masyarakat desa untuk mengonfirmasi kesesuaian program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah dengan kebutuhan masyarakat dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Informasi dari perwakilan atau tokoh masyarakat ini digunakan untuk menjaga keseimbangan perspektif dan menekan kemungkinan bias normatif pada hasil penelitian Sofyani et al., 2018. ...Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan dana desa untuk peningkatan pemberdayaan masyarakat desa di Kabupaten Wonosobo. Beberapa desa di Kabupaten Wonosobo dipilih berdasarkan berdasarkan klasifikasi Indeks Desa Membangun, meliputi Desa Krasak, Blederan, Kebrengan, dan Derongisor. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, dokumentasi dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap informan dari aparatur desa dan perwakilan masyarakat. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data dari transkripsi wawancara, observasi langsung dan peninjauan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan dana desa yang dilakukan oleh pemerintah desa di Kabupaten Wonosobo telah memperhatikan aspek akuntabilitas dan transparasi. Selain itu, penggunaan dana sudah tepat sasaran untuk pemberdayaan mayarakat. Secara umum pengelolaan dana desa yang baik telah meningkatkan pemberdayaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat di berbagai bidang.... This include the creation, growth, and rejuvenation of Joint BUMDes BUMDesma and Village-Owned Enterprises BUMDes, the provision of village electricity, and the growth of profitable economic ventures, mostly those run by BUMDes/BUMDesma. Second, village authorities have identified several national priorities, including gathering village data, mapping potential and resources, developing ICT, creating touristic villages, enhancing food security, preventing stunting in villages, and creating inclusive villages Sofyani et al., 2018;Widodo, 2017. Lastly is the adaptation of a new habit, namely the Covid-19 Safe Village. ...Endang IndartutiThe government has a policy in the form of village funds sourced from the State Revenue and Expenditure Budget APBN because not all villages have good sources of income Yudistira et al., 2019. Without government funds, the implementation of village autonomy will not run well. This study aims to analyze whether the government has invested village money in improving the economy of rural communities. This type of research is a literature study using qualitative descriptive and content analysis techniques. In library and qualitative research, data analysis is sufficient with non-statistical analysis in the form of reduction, display, and verification. The results show the utilization of village funds in 2021, where village funds are distributed in two categories, namely Regular and Independent. The category is determined based on the annual assessment results and determined by the Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration. The distribution of the 2021 Village Fund in several regions has been delayed. It is due to several administrative problems by the local government and village government. There is an improvement in the 2022 Village Fund allocation policy, which is expected to impact the distribution and utilization process positively. The role of village funds in supporting national economic recovery and handling Covid-19 includes direct cash assistance from village funds, support for Covid-19 handling funds of at least 8% of the allocation of Village Funds, Work-Intensive Village Funds, and stunting management.... To be able to provide optimal service to the community or often called excellent service, as a servant of the state and a servant of the community. Government officials are required to have a high responsibility in providing services to the community Budiana et al., 2020;Marlina, 2022;Sofyani et al., 2018. Public services are usually organized by the government, both central and regional governments. ...I Nengah SuarmanayasaThe quality of public service could be more optimal in the government bureaucracy. This condition has implications for the performance of the apparatus staff, which usually occurs at the beginning and end of the fiscal year. This study aims to analyze the performance of the Bali LPD apparatus. This research is a causal effect causal effect. The type of data used in this study is primary data. The population in this study was 258 Bali LPD devices. Sampling in this study was carried out using a stratified random approach. The methods used in collecting data are observation and interviews. This research instrument was through a closed questionnaire with a Likert scale. The data analysis technique used in this study is using path analysis. The analysis results are first, and budget participation has a positive and significant effect on the performance of the Bali Province LPD apparatus. Second, budget participation positively and significantly affects the authorities' performance through a budget gap. Third, budget participation positively and significantly affects the authorities' performance by clarifying the budget objectives. Third, budget participation positively and significantly affects the authorities' performance through work motivation. Fourth, budget participation positively and significantly affects the authorities' performance through organizational culture. It was concluded that budget participation positively affected apparat performance through budget stalks, clarity of budget objectives, work motivation, and organizational culture.... The village government apparatus must guarantee that administrative data must be synchronized with online data. Technical guidance has a positive impact to village government financial system [13]. Each technical guidance participant is asked to bring their own laptop. ...Ria AnginAI is a branch of computer science, its essence is to try to let machines or systems simulate the information process of human consciousness and thinking, think like a human being even surpassed humans. AI village financial system is the combination of AI and village financial data. The village finance system has four modules planning, budgeting, administration, and bookkeeping. The planning module to input the Vision, Mission, Goals, and Targets of the Village Government which has been outlined in the RPJMDes. The second module is a budgeting module to input data regarding the preparation of APBDes at the beginning of the fiscal year, budget proposals, and budget changes. The next module is the administration module to perform the input process in the framework of implementing APBDes and is used to record village revenue transactions, village expenditure transactions, cash transfer transactions, and tax deposit transactions. The fourth module in the data entry menu is the bookkeeping module, to enter the opening balance and make journal adjustments. The output of the bookkeeping module consists of budget realization reports every month, every quarter, every semester, and every year. Then the Village Property Report, the Realization Report on the Use of Village Funds, and the Compilation Report. Technical guidance improves the capacity of the village government apparatus. Technical guidance has a positive impact on civil servants in implementing the village financial system.... The quality and quantity associated with the roles and responsibilities accepted by the village have not been accompanied by adequate human resources HR due to inadequate broad authority and understanding related to the principles of funds selfmanagement IP03;IP04, 2017. Furthermore, they do not have procedures, facilities, and infrastructure to support financial management both in terms of income and expenditure budgets Sofyani, Suryanto, Wibowo, & Widiastuti, 2018. APD has a high criminalization risk considering the number of funds that the government needs to manage. ...Research aims Central and local governments are trying to curbing fraud involving the village government apparatus APD by increasing the remuneration of APD, so that they are not tempted to misuse the village fund that they manage. Design/Methodology/Approach The purpose of this study is to see whether remuneration is the cause of fraud, the extent to which the application of new PPE remuneration has an impact on reducing the potential for fraud and who is the main actor in fraud. This research uses a qualitative approach, and case study strategy research. The research was carried out in in three villages within a district, Regency of Barito Kuala, South Kalimantan. Data were collected through several relevant informants interviewed using the open-ended questions technique. Research findings The results of this study indicate that APD is required to be professional to carry out their duties in managing village development, but on the other hand, the compensation for workload received is not commensurate with the risks faced. However, the increase in remuneration for the APD is only happened to the village head and village secretary, while the head of affairs and head of section’s renumeration remain below regional standard pay UMR. The main cause of fraud is in the aspect of hegemony power and governance. Theoretical contribution/ Originality The new remuneration system is supposed to curb the potential fraud, however, it leaves new loopholes for committing fraud. The paper suggests the new renumeration system needs to be revamped, in which all APD should receive minimum pay at UMR level, Improved governance, encouraging community participation and eliminating stereotypes about power as an effort to achieve prosperity. Research limitation/Implication This research was conducted using a qualitative approach where the results of this study cannot be generalized to a wider scope.... Where is the basis of consideration the use of the theoretical framework and approach is to remember that the social and cultural structure of Indonesian society is compound and diverse? See also in Table 1 Some of the findings of the Nasdian study Sofyani et al., 2018 include 1 the reality of the development of sub-district institutions during the old Order's reign supported by regulative and normative pillars based on the nonlocality of certain political party alliances with the foundation of nationalism. While during the reign of the New Order the institutions sub-district was supported by regulative and normative pillars based on a single monoclonality with a foundation of development developmentalism. ...... Mayu 2016 menjelaskan bahwa kepemimpinan, manajerial, dan tata kelola Pemerintah Desa diperlukan dalam perkembangan dan keberlanjutan pembangunan desa yaitu melalui pendistribusian ide, gagasan, dan manfaat pembangunan kepada masyarakat desa. Diperkuat dengan Sofyani et al. 2018, Pemerintah Desa juga memiliki peran dalam melakukan sinergi dengan pemangku kepentingan lainnya serta melakukan pendekatan persuasif untuk merubah pola pikir masyarakat agar menjadi lebih mandiri. Sinergi dan kolaborasi Pemerintah Desa dengan pemangku kepentingan lainnya ini dinilai mampu mempercepat pengembangan kawasan perdesaan Febrian, 2016. ...Law No 6 of 2014 concerning Village, has strengthened the authority of Village Government to regulate and manage the interests of the local government as the implementation of autonomous local government. In order to achieve the objective of village development, village institution needs to promote collaboration within stakeholders, considering the capacity constrain of village government. Related to that, leadership in village institutions is an important, as a driver to start the transformation, collecting resources, and making collaboration with other stakeholders. Ponggok village is the success story of village development by managing the nature potential of Umbul Ponggok. The development started since the new government was elected in 2006. The new village government initiate to establish BUM Desa as institution to manage village's assets. This study is aimed to analyze the role of village government's stakeholders related to village development in Ponggok. Descriptive qualitative methods were applied in this study by using stakeholder analysis as an approach. Stakeholders from village government institution were identified and classified based on their role, and then conduct stakeholder's power and interest analysis. As the result, Village Head Kepala Desa is categorized as a "key player" who has high degree of interest and strong influence to involve other stakeholders in developing Ponggok. Abstrak UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa hadir untuk memperkuat kewenangan Pemerintah Desa mengatur urusannya sendiri sebagai wujud pelaksanaan otonomi daerah. Dalam mendukung keberhasilan pembangunan, kelembagaan desa perlu mengedepankan kolaborasi dan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa. Hal ini perlu didukung dengan adanya sosok pemimpin dalam kelembagaan desa yang dapat menginisiasi perubahan, mengumpulkan sumber daya, serta memiliki kapasitas untuk melakukan kerja sama dengan stakeholder lainnya. Desa Ponggok merupakan contoh keberhasilan pembangunan desa melalui pengelolaan potensi wisata umbul ponggok. Kemajuan desa ponggok dimulai sejak pemerintahan desa yang baru di tahun 2006 yang kemudian membentuk BUM Desa sebagai lembaga yang mengelola aset-aset desa. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis peran kelembagaan pemerintahan desa dalam memajukan Desa Ponggok. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis yang digunakan adalah analisis stakeholder. Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi stakeholder dalam Pemerintahan Desa yang kemudian mengidentifikasi peran, tingkat pengaruh dan kepentingannya dalam kemajuan desa ponggok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepala Desa merupakan tokoh kunci key player yang memiliki peran, kepentingan daang besar serta pengaruh yang sangat kuat untuk mempengaruhi/ melibatkan stakeholder lain dalam pengembangan Desa DemaMuhammad RusdiAndi UcengThe purpose of this study is to find out Innovative Governance in Bulo Wattang Village in realizing the principles of Good Governance and sources of innovation organized by the Government in Bulo Wattang Village, Panca Rijang District, Sidenreng Rappang Regency. This study uses a qualitative descriptive approach with data analysis using the Nvivo 12 Plus For Windows application. The results of this study indicate that government governance in the realization of the principles of good governance has not been maximized. The village government does not have a strategic vision and weak enforcement of the rule of law, while the unaccountable BPD has an impact on the low community participation due to weak law enforcement and the lack of The response from the community has resulted in the ineffective and inefficient implementation of the program run by the village government. The village government has not been able to combine the three main elements, namely the government, the village consultative body, and the community in the same commitment. Innovations organized by the village government are limited to instructive innovations and adaptive innovations without independent study aims to provide a comprehensive picture related to financial management consisting of planning, implementation, evaluation, and accountability in kuttab-based educational institutions in Makassar City. This research uses a qualitative approach with a phenomenological study method. The results showed that the planning carried out by the three kuttabs that became the object of research, especially the Kuttab Imam Malik and the Kuttab Al Faruq was still very simple, marked by the absence of a kind of RAPBS compiled every year which became a reference in the implementation of activities. Meanwhile, Kuttab Al Fatih has implemented planning quite well with the existence of a formal budgeting forum through work meetings. Furthermore, the implementation of research finance which includes the management of funding sources is still focused on funding from student fees while other sources cannot be maximized. The financial evaluation is also not maximized, does not have clear standards and accountability is still in the internal penelitian ini untuk menguji hubungan karakteristik pemerintah daerah menuju penerapan performance measurement systems PMS. Penelitian ini juga menginvestigasi fenomena isomorfisma institusional yang berhubungan dengan penerapan PMS. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran seperti two-stage sequential explanatory. Langkah pertama menguji hipotesis menggunakan Structural Equation Modeling SEM, dan langkah kedua menggunakan deductive thematic analysis. Penelitian ini menemukan self-efficacy dan conscientiousness berhubungan denganpenerapan PMS. Kemudian, penerapan PMS dipicu dan memicu fenomena isomorfisma yang berbeda seperti koersif, mimetic dan normatif. ÂThe purpose of this study was to examine the association between technical, organizational, individual characteristics of local government officials factors and the implementation of performance measurement systems PMS in local government. The study was conducted in territory of local government of Yogyakarta Special Region DIY. The samples are local government officials in Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD who are directly involved in the implementation of the Performance Accountability System for Government Entity SAKIP and reporting Performance Accountability Reports for Government Entity LAKIP. The results found the factors that positively and significantly associated with implementation of a PMS were organizational factors, namely training and organization’s response are open to change, and the individual characteristics factors, namely high self-efficacy and conscientiousness analysis is a poorly demarcated, rarely acknowledged, yet widely used qualitative analytic method within psychology. In this paper, we argue that it offers an accessible and theoretically flexible approach to analysing qualitative data. We outline what thematic analysis is, locating it in relation to other qualitative analytic methods that search for themes or patterns, and in relation to different epistemological and ontological positions. We then provide clear guidelines to those wanting to start thematic analysis, or conduct it in a more deliberate and rigorous way, and consider potential pitfalls in conducting thematic analysis. Finally, we outline the disadvantages and advantages of thematic analysis. We conclude by advocating thematic analysis as a useful and flexible method for qualitative research in and beyond psychology. Marc RobinsonSchool of Economics and Finance, Queensland University of Technology, GPO Box 2424, Brisbane, Qld 4001, AustraliaKen S. CavalluzzoChristopher D. IttnerUsing data from a government-wide survey administered by the General Accounting Office, we examine some of the factors influencing the development, use, and perceived benefits of results-oriented performance measures in government activities. We find that organizational factors such as top management commitment to the use of performance information, decision-making authority, and training in performance measurement techniques have a significant positive influence on measurement system development and use. We also find that technical issues, such as information system problems and difficulties selecting and interpreting appropriate performance metrics in hard-to-measure activities, play an important role in system implementation and use. The extent of performance measurement and accountability are positively associated with greater use of performance information for various purposes. However, we find relatively little evidence that the perceived benefits from recent mandated performance measurement initiatives in the government increase with greater measurement and accountability. Finally, we provide exploratory evidence that some of the technical and organizational factors can interact to influence measurement system implementation and outcomes, often in a complex of Financial Management Based on Minister Home Affairs Regulation 113 of 2014 Case study in Brumbungan Kidul Village, Maron Sub-districtM A AmirullahI UlumA PrasetyoAmirullah, M. A., Ulum, I. & Prasetyo, A. 2016. Analysis of Financial Management Based on Minister Home Affairs Regulation 113 of 2014 Case study in Brumbungan Kidul Village, Maron Sub-district, Probolinggo Regency. Proceedings of Internastional Conference on Accounting and Finance, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Maret Kecamatan dan DesaI BastianBastian, I. 2015. Akuntansi Kecamatan dan Desa. Jakarta Penerbit Organisasi. Yogyakarta BPFE YogyakartaGudonoGudono. 2014. Teori Organisasi. Yogyakarta BPFE Finansial DalamT RiyantoRiyanto, T. 2015. Akuntabilitas Finansial Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa ADD Di Kantor Desa Perangat Selatan Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Administrasi Negara, 31, of Village Fund Allocation Management case study in Tlogomulyo Sub-DistrictA SubrotoSubroto, A. 2009. Accountability of Village Fund Allocation Management case study in Tlogomulyo Sub-District, Temanggung Regency. Master Theses, Universitas Diponegoro.
Visi"Menjadikan Desa Sawarna sebagai Desa Wisata yang mandiri, maju serta didukung dengan kelestarian budaya dan alam guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tidak merubah adat istiadat serta budaya setempat" Visi tersebut mengandung pengertian bahwa cita-cita yang senantiasa akan dituju di masa mendatang oleh masyarakat desa Sawarna.
Visi “Mewujudkan Desa Mojodelik sebagai Desa yang Maju, Mandiri, Berbudaya, dan Sejahtera” Misi Meningkatkan pelayanan publik dan keterbukaan informasi melalui media sosial dan program internet desa Mengoptimalkan serta mendukung bakat dan minat yang dimiliki para generasi muda desa Mojodelik Menghidupkan dan melestarikan kembali budaya Jawa di Desa Mojodelik sebagai idetitas desa Menciptakan penataan desa yang berkualitas melalui program tata ruangdesa berbasis produktivitas ekonomi Mengoptimalkan fungsi BUMDes Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana umum Meningkatkan kualitas pendidikan baik formal maupun nonformal Meningkatkan mutu layanan kesehatan Menjadi desa percontohan
Pemilihandesa Detusoko Barat sebagai kandidat percontohan Desa Anti Korupsi tersebut disampaikan oleh Friesmount Wongso Tim observasi dari Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Rabu (13/4/2022) Desa Nanganesa. Desa Nanganesa berada di Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Flores - Nusa Tenggara Timur.
VISI MISI DESA TERUNYAN VISI Visi merupakan gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan desa. Penyusunan Visi Desa Terunyan dilakukan dengan pendekatan parsitipatif dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di desa seperti Pemerintah Desa, BPD, Tokoh Mayarakat, Tokoh Agama lembaga masyarakat desa pada umumnya, dengan mempertimbangkan potensi internal dan eksternal desa, maka dirumuskan Visi Desa Terunyan adalah ” Terwujudnya Masyarakat Desa Terunyan Yang Aman, Sehat Dan Sejahtera Melalui Pengembangan Sektor Pertanian dan Perekonomian Yang Berwawasan Lingkungan Dan Sosial Budaya Serta Berdasarkan Konsep Tri Hita Karana” MISI Selain penyusunan visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapainya visi desa tersebut. Visi berada diatas Misi. Pernyataan Visi kemudian dijabarkan kedalam Misi agar dapat dioperasionalkan/dikerjakan. Sebagaimana dengan penyusunan visi, Misipun disusun secara partisipatif dengan mempertimbangkan potensi dominan, permasalahan utama dan kebutuhan desa, maka ditetapkan misi desa Terunyan sebagai berikut Meningkatkan ketakwaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca, dengan berlandaskan konsep Tri Hita Karana Melaksanakan kewajiban bersama masyarakat dalam berbagai usaha, dengan memanfaatkan potensi yang ada baik dari Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia itu sendiri yang dilandasi sikap terbuka, jujur dan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi atau golongan demi tercapainya masyarakat yang Aman, Sehat dan Sejahtera yang kita idamkan bersama.
Jl AMD KM.03 Desa Babakan Asem. Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang. Banten. Kodepos 15510. Telepon : 08xx-xxxx-xxxx. Email : desabba2018@gmail.com. Babakan Asem adalah desa yang berada di kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, Indonesia. Merupakan satu Desa Percontohan yang ada di Kabupaten Tangerang.
24 Agustus 2016 Administrator Dibaca Kali A. Visi Kalurahan Srimulyo "Terwujudnya masyarakat kalurahan Srimulyo yang mandiri dan sejahtera berbasis budaya nusantara" B. Misi Kalurahan Srimulyo 1. Mengoptimalkan upaya untuk menghijaukan gunung serta menata pemukiman dan potensi sungai untuk diwisatakan dalam wadah kalurahan wisata. Tujuan mewujudkan pengembangan ekonomi strategis melalui pariwisata berbasis potensi alam baik perbukitan, pemukiman, sungai serta budaya lokal; meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kalurahan wisata; mewujudkan green tourism sebagai upaya untuk mengoptimalkan konservasi lingkungan; mewujudkan kalurahan berkesadaran lingkungan dan tanggap akan perubahan iklim; dan mewujudkan upaya penggalian pendapatan asli kalurahan dalam rangka mendukung terciptanya pemerataan pembangunan. Sasaran terwujudnya pembangunan kalurahan wisata sebagai salah satu mata rantai utama pengembangan ekonomi startegis kalurahan; meningkatnya kesejahteraan melalui keberadaan kalurahan wisata; terwujudnya upaya konservasi lingkungan sebagai dampak positif pengembangan kalurahan wisata yang berwawasan lingkungan; terwujudnya upaya-upaya kesadaran lingkungan dan tanggap terhadap perubahan iklim; terciptanya kondisi lingkungan yang bersih dan sehat sebagai dampak positif penerapan sapta pesona; terciptanya unit-unit atau kelompok usaha pengelolaan lingkungan untuk mendukung kalurahan wisata; dan tersusunnya peraturan kalurahan terkait pengembangan kalurahan wisata sebagai landasan hukum pengembangan wisata serta sebagai upaya penggalian pendapatan asli kalurahan. 2. Mengawal pengembangan Kalurahan Srimulyo sebagai kalurahan terpadu pengembangan kawasan industri dan kalurahan wisata yang mendukung kemandirian kalurahan, pengembangan one padukuhan one product serta pemerataan ekonomi masyarakat. Tujuan mewujudkan pengembangan kawasan industri yang memiliki keterpaduan terhadap konsep pengembangan kalurahan wisata; mewujudkan pengembangan kawasan industri yang mampu mewadahi pengembangan one padukuhan one product serta pengurangan angka pengangguran di kalurahan srimulyo; dan mewujudkan pengembangan kawasan industri yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan serta sosial. Sasaran terpadunya konsep pengembangan antara kawasan industri dan kawasan wisata kalurahan; terselesaikannya permasalahan perikatan antara kalurahan dengan pengembang kawasan industri; terwadahinya produk unggulan kalurahan srimulyo dalam satu kesatuan pengembangan kawasan industri; menurunnnya angka pengangguran di Kalurahan Srimulyo; terkendalinya laju alih fungsi lahan pertanian; dan terakomodirnya kelompok-kelompok pertanian maupun peternakan dalam wadah kawasan industri terpadu pariwisata. 3. Mewujudkan pelayanan prima melalui peningkatan tata kelola pemerintahan kalurahan yang responsif, akuntabel dan transparan berbasis digital. Tujuan meningkatkan tata kelola pemerintahan Kalurahan sehingga responsif terhadap kebutuhan masyarakat serta dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka guna mewujudkan pelayanan yang profesional; dan meningkatkan kualitas layanan dengan memastikan terciptanya proses pelayanan prima dengan mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal SPM serta dengan menerapkan sistem manajemen mutu. Sasaran meningkatnya kapasitas dan penguatan kelembagaan serta profesionalisme aparatur penyelenggara pemerintahan kalurahan; meningkatnya transparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan; meningkatnya kemampuan pengelolaan keuangan dan kekayaan desa; meningkatnya kualitas pelayanan publik dengan mengutamakan kecepatan dan ketepatan pelayanan berbasis digital; meningkatnya kecepatan penyelesaian pengaduan; dan meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat IKM; 4. Meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia dalam rangka alih iptek sebagai desa percontohan nasional. Tujuan meningkatkan taraf pendidikan dan penguasaan teknologi sebagai elemen penting menuju terwujudnya kesejahteraan; meningkatkan infrastruktur pendidikan, baik sarana maupun prasarana pendidikan yang menjangkau kebutuhan masyarakat secara holistik; membangkitkan budaya literasi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dan wawasan; dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia pemerintah kalurahan dalam rangka alih iptek sebagai desa percontohan nasional. Sasaran meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan pendidikan yang berkualitas serta meningkatnya penguasaan masyarakat atas teknologi tepat guna yang berdampak secara ekonomi; terbangunnya infrastruktur pendidikan yang memadai di seluruh penjuru kalurahan Srimulyo; terselenggaranya program pelatihan keterampilan, baik formal maupun non-formal bagi warga masyarakat untuk mendukung tumbuh suburnya ekonomi kreatif; tersedianya sarana pendukung pembelajaran secara digital, seperti jaringan internet; meningkatnya budaya literasi warga masyarakat Srimulyo; optimalnya pengelolaan perpustakaan kalurahan; semakin kokohnya posisi kalurahan Srimulyo sebagai Desa PAUD; meningkatnya perhatian bagi pendidik PAUD dalam bentuk sarana penunjang dan insentif.; terwujudnya Kalurahan Srimulyo nol angka putus sekolah; dan meningkatnya kualitas sumber daya manusia pemerintah kalurahan dalam rangka alih iptek sebagai desa percontohan nasional; 5. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memupuk kesadaran serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Tujuan meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas; meningkatkan kualitas infrastruktur kesehatan untuk mendukung pelayanan kesehatan yang prima; mewujudkan jaring pengaman sosial bagi warga masyarakat yang rentan secara ekonomi, khususnya akses terhadap kesehatan; optimalisasi forum dan kelompok penyelenggaran pelayanan kesehatan sebagai wadah sosialisasi sadar berkesehatan; mewujudkan pengelolaan lingkungan dan limbah secara bijaksana; dan meningkatkan kapabilitas kader dan tenaga kesehatan kalurahan sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat. Sasaran meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, khususnya balita, lansia, ibu hamil dan melahirkan; terciptanya kalurahan bebas kekeringan dan terjaminnya akses air bersih yang berkualitas; semakin meningkatnya kualitas infrastuktur kesehatan di kalurahan; warga rentan ekonomi mendapatkan jaring pengaman sosial; optimalnya kegiatan posyandu, poskokesdes, BKB, BKL, BKR dam sebagainya sebagai wadah sosialisasi sadar berkesehatan; terwujudnya pengelolaan sampah dan limbah yang optimal melalui operasional bank sampah, Srimulyo Clink, IPAL Komunal, dan sebagainya; dan terlaksananya kegiatan peningkatan kapasitas bagi kader dan tenaga kesehatan kalurahan dalam lingkup kesehatan, gizi, air bersih, sanitasi, pengasuhan anak, stimulasi, pola konsumsi, dan sebagainya. 6. Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang dinamis dan damai berkeadilan berlandaskan ketakwaan dan kerukunan hidup beragama, kegotongroyongan serta kearifan budaya lokal. Tujuan meningkatkan upaya pembangunan mental masyarakat dalam hidup berkebhinekaan; mewujudkan ketertiban umum untuk meningkatkan rasa aman dan damai; mewujudkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana alam, pandemi maupun bencana sosial; meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian seni budaya dan tradisi lokal yang lain; dan memantapkan fungsi dan peran agama dalam pembangunan. Sasaran terciptanya kerukunan hidup dalam kehidupan masyarakat; terciptanya kepastian hukum dan ketertiban masyarakat; meningkatnya pemahaman prinsip-prinsip dasar hukum dan HAM; meningkatnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dan kondisi kegawatdaruratan yang lain; meningkatnya respon pemerintah kalurahan dalam menghadapi kebencanaan dan kegawatdaruratan lain; meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan kebudayaan setempat; terselenggaranya event-event seni budaya dan tradisi lokal lainnya; dan meningkatnya aspek religiusitas masyarakat untuk mewujudkan kerukunan dalam kebhinekaan; 7. Menggali potensi dan sumber daya lokal Kalurahan Srimulyo yang berwawasan lingkungan dan inovatif untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat menuju kalurahan tanpa kemiskinan dan kelaparan. Tujuan mewujudkan kemandirian dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan; meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendukung ekonomi; meningkatkan perlindungan lahan petani, peran serta petani, dan pengembangan program usaha tani; meningkatkan mutu konsumsi pangan dan ketersediaan pangan; meningkatkan etos kerja, motivasi dan kreativitas berwirausaha masyarakat kalurahan; meningkatkan pemberdayaan industri mikro, industri kecil dan koperasi; dan meningkatkan kerjasama dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah untuk meningkatkan ketrampilan kerja. Sasaran meningkatnya akses masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan; terwujudnya perlindungan fungsi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati; terciptanya lapangan kerja baru di sektor-sektor yang terkait langsung dengan pengelolaan sumber daya alam; terwujudnya kawasan strategis sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang berwawasan lingkungan; optimalnya pengembangan BUMDes sebagai wadah usaha kalurahan dan pengembangan ekonomi bersama; meningkatnya dukungan infrastruktur pengembangan ekonomi strategis; meningkatnya produksi bahan pangan, pertanian, peternakan dan perikanan; meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap pangan bermutu serta meningkatnya akses atas sarana dan prasarana produksi pertanian; meningkatnya penggunaan bahan baku lokal, inovasi produk, akses permodalan serta perluasan jangkauan pemasaran; dan meningkatnya keterampilan warga masyarakat dengan menjalin kerja sama dan pendampingan dengan pihak-pihak terkait. 8. Mewujudkan Kalurahan Ramah Perempuan, Ramah Anak, Ramah Lansia dan Ramah Disabilitas dengan optimalisasi pelibatan dalam perencanaan, pelaksanaan pengawasan serta pemeliharaan hasil-hasil pembangunan. Tujuan memantapkan perlidungan perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas; mengoptimalkan keterlibatan perempuan, anak, lanisa dan penyandang disabilitas dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan kalurahan; dan menjamin kesetaraan pelayanan atas perempuan, anak dan penyandang disabilitas, baik dalam segala aspek. Sasaran menyatukan pemahaman program perlindungan perempuan, anakdan penyandang disabilitas di semua lapisan masyarakat, organisasi pemerintah dan lembaga kemasyarakatan; optimalnya keterlibatan perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas dalam seluruh proses pembangunan; terbangunnya perspektif disabilitas menuju terwujudnya kalurahan inklusif; terbentuknya kelompok difabel kalurahan sebagai sarana untuk membangun kemandirian penyandang disabilitas di kalurahan; tersedianya ruang pemberdayaan bagi perempuan, lansia dan penyandang disabilitas di bidang politik, ekonomi, dan sektor lainnya; tersedianya regulasi kalurahan yang berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan perempuan, lansia, anak dan penyandang disabilitas sebagai dasar legalisasi; menurunnya angka lanjut usia terlantar dan anak terlantar di kalurahan; dan terbangunnya sistem informasi kalurahan sebagai dasar penyusunan perencanaan, khususnya ketersediaan data terkait perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas. 9. Membangun jejaring kemitraan dengan stakeholder terkait, baik pemerintah maupun non-pemerintah dalam penyusunan perencanaan pembangunan yang komprehensif maupun pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan meningkatkan hubungan kerjasama dengan lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah; dan mewujudkan kerjasama dengan lembaga non pemerintah, baik perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat maupun swasta. Sasaran meningkatnya fasilitasi program pemerintah daerah maupun pusat; terwujudnya kerjasama pendampingan dan pemberdayaan masyarakat kalurahan dengan lembaga-lembaga non-pemerintah, terutama dalam bidang pembangunan mental dan ekonomi; terwujudnya transfer ilmu pengetahuan antara perguruan tinggi dengan pemerintah kalurahan, sehingga mendukung perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi atas pembangunan kalurahan; dan terwujudnya kerjasama yang strategis dengan lembaga swasta untuk meningkatkan akses masyarakat atas modal ataupun pasar. Bagikan artikel ini Kirim Komentar Komentar baru terbit setelah disetujui Admin Status IDM ꦱ꧀ꦠꦠꦸꦱ꧀ꦆ꧈ꦣꦺ꧈ꦌꦩ꧀ Produk Hukum ꦥꦿꦺꦴꦣꦸꦏ꧀ꦲꦸꦏꦸꦩ꧀ Katalog Inovasi Kalurahan ꦆꦤꦺꦴꦮ꦳ꦱꦶ ꦏꦭꦸꦫꦃꦲꦤ꧀ Arsip Berita ꦄꦂꦱꦶꦥ꧀ꦧꦼꦫꦶꦠ Album Galeri ꦄꦭ꧀ꦧꦸꦩ꧀ꦒꦭꦼꦫꦶ Kawal COVID-19 ꦏꦮꦭ꧀ꦏꦺꦴꦮ꦳ꦶꦢ꧀꧇꧑꧙꧇
Menggerakkanseluruh potensi masyarakat dari. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan hidup di wilayah desa kabongan kidul. DESA LAMBANGSARI VISI & MISI Bedas desa wangisagara desa wangisagara adalah salah satu desa yang ada di kecamatan majalaya kabupaten bandung yang menjadi percontohan kp. Visi misi desa percontohan.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam pretium orci sed velit imperdiet, in vulputate mi interdum. Quisque tempor lacinia felis, quis feugiat quam consequat in. Duis mi augue, mollis eu aliquam in, fermentum nec tortor. Sed fringilla felis vitae fermentum gravida. Proin ac bibendum purus. Phasellus id est at ligula feugiat tincidunt sit amet vitae neque. Donec at sagittis metus, at pellentesque metus. Praesent non dolor eget elit molestie auctor at eget magna. Nunc in ultricies leo. In pretium laoreet augue, in faucibus orci molestie in. Aliquam non dapibus ligula. Aliquam in turpis a sapien feugiat sollicitudin vitae sed mauris. Fusce et enim sit amet felis rutrum mollis eget porttitor neque. Duis ornare magna nec lectus suscipit, a mattis ipsum egestas. Mauris egestas maximus nunc. Integer commodo ut metus non condimentum. Nullam auctor pellentesque sem eget molestie. Quisque venenatis, nisl in faucibus fermentum, tortor tellus luctus elit, nec hendrerit nunc lacus et dui. Donec metus odio, finibus quis lobortis quis, tempus in lorem. Mauris lobortis at odio sit amet condimentum. Etiam eu est nibh. Nam sem odio, posuere at tincidunt interdum, tristique et mauris. In eget dui dui. Cras blandit nibh quis eros fringilla facilisis. Etiam sed pharetra dolor, sed eleifend libero. Sed a dui nunc. Phasellus aliquet rutrum imperdiet. Mauris efficitur massa a turpis commodo dapibus. Donec sodales metus id porta pulvinar. Phasellus ullamcorper mauris ac condimentum posuere. Nam porttitor bibendum lectus, sit amet suscipit lectus tristique eget. Phasellus pellentesque mattis dui, vitae commodo lorem feugiat eget. Quisque ac metus et nisi consectetur facilisis nec vel lorem. Aliquam interdum posuere eros, ac vehicula leo lacinia in. Sed feugiat laoreet porta. Maecenas in arcu quam. Donec volutpat sollicitudin lacinia. Aenean iaculis eu elit non mollis. Morbi ac sem lorem. Phasellus ornare lectus non erat hendrerit, interdum fermentum erat maximus. Aenean lacinia mauris at tortor viverra, eu fermentum orci tincidunt. Curabitur vulputate neque sed sodales luctus. Vivamus et eros bibendum, faucibus urna et, interdum nibh. Mauris non molestie mi. Nunc vestibulum pulvinar arcu, viverra auctor metus sagittis id. Aliquam erat volutpat. Cras porta ornare luctus. Donec ullamcorper risus in turpis sodales gravida. Cras feugiat hendrerit lectus eu tristique. Suspendisse potenti. Suspendisse sagittis gravida dignissim. Cras mi metus, aliquam vitae tristique at, suscipit vel ex. Class aptent taciti sociosqu ad litora torquent per conubia nostra, per inceptos himenaeos. Aliquam erat volutpat. Aliquam suscipit eros et vulputate porta. Proin eu lorem eget felis mollis pretium. Quisque sit amet finibus turpis. Nunc hendrerit tincidunt odio, vitae accumsan odio varius et. Quisque in nibh non enim convallis mattis. Aenean iaculis turpis mi, vitae cursus ligula semper id. Donec volutpat gravida lorem in sagittis. Aenean tincidunt ligula turpis, eget blandit tellus rutrum facilisis. Ut consectetur metus quis nulla mattis, malesuada semper tortor pulvinar. In a ullamcorper purus. In hac habitasse platea dictumst. Curabitur mattis, massa vel dignissim venenatis, tellus augue ullamcorper nibh, at semper arcu diam ut tellus. Vivamus sit amet risus vel neque consectetur ullamcorper et vitae nunc. Donec eu est erat. Morbi at nibh nec lectus vestibulum viverra. Maecenas at cursus erat. Nullam nec urna auctor, elementum nibh nec, pulvinar neque. Donec non risus metus. Phasellus et condimentum mi, nec gravida enim. Ut rhoncus, nisl et ultricies laoreet, ligula arcu venenatis quam, faucibus ultricies ligula orci et diam. Donec laoreet tellus non pharetra consequat. Aenean et dui vitae augue ultricies sagittis. Nulla ac metus quis ex efficitur varius at quis nunc. Nunc ac massa eleifend, scelerisque lectus id, lobortis ante. Integer eget vehicula massa, a auctor enim. Nam fringilla justo vel tincidunt euismod. Duis a fermentum arcu, eget auctor erat.
. 49 471 306 336 473 61 223 293
visi misi desa percontohan